Rabu, 01 Oktober 2014

gagal ginjal kronik


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    ANATOMI DAN FISIOLOGI


Gambar 2.1
Anatomi sistem perkemihan
Anatomi dan fisiologi sistem perkemihan menurut Haryono, (2013) adalah :
1.         Pengertian sistem perkemihan
Sistem perkemihan atau sistem urinaria adalah suatu sistem penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang amsih digunakan oleh tubuh.
Zat-zat yang tidak digunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Sistem perkemihan adalah suatu sistem yang merupakan kerja sama tubuh yang memiliki tujuan utama mempertahankan keseimbangan internal homeostosis.




2.         Bagian-Bagian sistem Perkemihan
Bagian-bagian sistem perkemihan adalah :
a)        Ginjal
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, di belakang peritonium, di depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar tranversus abdominalis, kuadrus lumborum dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Di sebelah posterior dilindungi oleh kosta dan otot-otot yang meliputi kosta, sedangkan di anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal.
Pada orang dewasa panjang ginjal 12-13 cm, lebarnya 6 cm dan beratnya antara 120-150gram. Ukurannya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh. Sebanyak 95% orang dewasa memiliki jarak antara katup ginjal antara 11-15 cm. Perbedaan panjang kedua ginjal lebih dari 1,5 cm atau perubahan bentuk merupakan tanda yang penting karena kebanyakan penyakit ginjal dimanifestasikan dengan perubahan struktur.
Permukaan anterior dan posterior katup atas dan bawah serta pinggir lateral ginjal berbentuk konveks, sedangkan pinggir medialnya berbentuk konkaf karena adanya hilus. Ada beberapa struktur yang masuk atau keluar dari ginjal melalui hilus antara lain arteri dan vena renalis, saraf dan pembuluh getah bening. Ginjal diliputi oleh suatu kapsul tribosa tipis menggilat, yang berikatan longgar dengan jaringan di bawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal.
1.    Bagian-Bagian Ginjal
Bila sebuah ginjal kita iris memanjang, akan tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).


a.       Kulit Ginjal (korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyaringan darah ini banyak mengandung kapiler-kapiler darah yang tersusun bergumpal-gumpal disebut glomerulus. Tiap glomerulus dikelilingi oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerulus dengan simpai bownman disebut badan malpighi.
Penyaringan darah terjadi pada badan malpighi, yaitu diantara glomerulus dan simpai bownman. Zat-zat yang terlarut dalam darah akan masuk ke dalam simpai bownman. Dari sini zat-zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.
Unit fungsional ginjal adalah nefron. Pada manusia setiap ginjal mengandung 1-1,5 juta nfron yang pad dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Nefron dibagi dalam dua jenis yaitu, nefron kortikalis dan nefron juxtamedullaris.
Bagian-bagian nefron antara lain :
(a)    Glomerulus
Suatu jaringan kapiler berbentuk bola yang berasal dari arteriol afferent yang kemudian bersatu menuju arteriol efferen, berfungsi sebagai tempat filtrasi sebagian air dan zat yang terlarut dari darah yang melewatinya.
(b)   Kapsula bowman
Bagian tubulus yang meligkupi glomerulus untuk mengumpulkan cairan difiltrasi oleh kafiler glomerulus.
(c)    Tubulus, terbagi menjadi 3 yaitu, tubulus proksimal, lengkung henle dan tubulus distal.

b.      Sumsum ginjal (duktus kolektifus)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan pucaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah kebagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris-garis karena terdiri atas berkas salura paralel ( tubuli dan duktus kolingentes). Di antara piramid terdapat jaringan korteks yang disebut kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluhan halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini terangkut urin yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malpighi, setelah mengalami berbagai proses.
c.       Rongga ginjal (pelvis renalis)
Pelvis renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sebelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pe;vis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing-masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papilla renis dari piramid. Kaliks minor ini menampung urin yang terus keluar dari papilla. Dari kaliks minor, urin masuk ke kaliks mayor, ke palvis renis, ke ureter, hingga ditampung dalam kandung kemih (vesika urinria).
2.      Fungsi ginjal
a.       Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh.
Kelebihan air dalam tubuh akan dieksresikan oleh ginjal senagai urin (kemih) yang encer dalam jumlah besar, kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urin yang dieksresi berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relatif normal.
b.      Mengatur keseimbangan asam basa
Cairan tubuh bergantung pada apa yang dimakan, campuran makananmenghasilkan urin yang bersifat agak asam, pH kurang dari 6 ini disebabkan hasil akhir metabolisme protein.
c.       Eksresi sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida)
d.      Fungsi hormonal dan metabolime. Ginjal mensekresikan hormone rennin yang mempunyai peranan penting mengatur tekanan darah membentuk eritropoiesis mempunyai peranan penting untuk memprosen pembentukan sel darah merah.

B.     DEFENISI
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun). (Price, 2005)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. (Brunner & Suddarth, 2001)

C.    EPIDEMIOLOGI
Di negara maju, angka penderita  gangguan ginjal cukup tinggi. Di Amerika Serikat misalnya angka kejadian penyakit gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun. Tahun 1996 terjadi 166.000 kasus. GGT (gagal ginjal tahap akhir) dan pada tahun 2000 menjadi 372.000 kasus. angka ini diperkirakan, amsih akan terus naik. Pada tahun pada tahun 2010 jumlahnya diperkirakan lebih dari 650.000 kasus.Selain diatas, sekitar 6 juta hingga 20 juta individu di Amerika diperkirakan mengalami GGK (gagl ginjal kronis) tahap awal. Hal yang sama juga terjadi di Jepang di negeri Sakura itu, pada akhir tahun 1996 di dapatkan sebanyak 167.000 penderita yang menerima, terapi pengganti ginjal. Sedangkan tahun 2000 terjadi peningkatan lebih dari 200.000 penderita. (Santoso Djoko, 2008. Hal 2).
Di indonesia peningkatan penderita penyakit ini mencapai angka 20%. Pusat data dan informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PDPERSI) menyatakan jumlah penderita gagal ginjal kronik diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta penduduk.berdasarkan data dari Indonesia Renal Registry, suatu kegiatan registrasi dari perhimpunan nefrologi Indonesia, pada tahu 2008 jumlah pasien hemodialisa (cuci darah) mencapai 2260 orang dari 2146 orang pada tahun 2007.(Roderick, 2008).
Bila seseorang mengalami penyakit ginjal kronik sampai pada stadium 5 atau telah mengalami penyakit ginjal kronik (gagal ginjal) dimana laju filtrasi glomerulus (15 ml/menit) ginjal tidak mampu lagi menjalankan seluruh fungsinya dengan baik maka dibutuhkan,  Terapi untuk menggantikan fungsi ginjal. Hingga saat ini dialisis dan transplantasi ginjal adalah tindakan yang efektif sebagai terapi untuk gagal ginjal terminal (Nikon D. Cahyaningsih, 2009. hal:1).

D.    ETIOLOGI
Menurut Haryono, (2013) Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan ireversible yang berasal dari berbagai penyebab.
1.      Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2.      Penyakit peradangan (glomerulonefritis) primer dan sekunder. Glomerulonefritis adalah peradangan ginjal bilateral, biasanya timbul pasca infeksi streptococcus. Untuk glomerulus akut, gangguan fisiologis utamanya dapat megakibatkan eksresi air, natrium dan zat-zat nitrogen berkurang sehingga timbul edema dan azotemia, peningkatan aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium. Untuk glomerulonefritis kronik, ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambat, akan tampak ginjal mengkerut, berat lebih kurang dengan permukaan bergranula. Ini disebabkan jumlah nefron berkurang karena iskemia, karena tubulus mengalami atropi, fibrosis intestisial dan penebalan dinding arteri.
3.      Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis). Merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal. Sebaliknya, GGK dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme. Retensi Na dan H2 O, pengaruh vasopresor dari system rennin, angiotensin,dan defesiensi prostaglandin, keadaan merupakan salah satu penyebab utama GGK, terutama pada populasi bukan orang kulit putih.
4.      Gangguan jaringn penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sistemik).
5.      Penyakit kongedital dan heriditer (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal). Penyakit ginjal yang ditandai dengan kista multiple, bilateral yang mengadakan ekspansi dan lambat laun menganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Asidosis tubulus ginjal merupakan gangguan eksresi H+ dari tubulus ginjal/kehilangan HCO 3 dalam kemih walaupun GFR yang memadai tetap dipertahankan, akibatnya timbulnya asidosis metabolic.
6.      Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme).
7.      Nefropati toksik.
8.      Nefropati obstruktif.

E.     PATOFISOLOGI
Menurut Price, (2006) Terdapat dua pendekatan teoritis yang umumnya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi ginjal pada gagal ginjal kronik. Sudut pandangan tradisional mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian-bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentudapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya. Uremia akan terjadi bila jumlah nefron sudah sangat berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi. Hipotesis nefron yang utuh ini Sangat berguna untuk menjelaskan pola adaptasi fungsional pada penyakit ginjal progresif, yaitu kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit tubuh kendati GFR sangat menurun.
Urutan peristiwa dalam patofisiologi gagal ginjal progresif dapat diuraikan dari segi hipotesis nefron yang utuh. Meskipun penyakit ginjal kronik terus berlanjut, namun jumlah zat yang terlarut yang harus diekskresi oleh ginjal mempertahankan homeostasis tidaklah berubah, kendati jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun secara progresif.
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal, sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya sering. Metode adaftip ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorbsi berakibat diuresis osmotik disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini, fungsi renal yang demikian, nilai kreatinin clearence turun sampai 15ml/menit atau lebih rendah itu. (Barbara C long, 1996)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya dieksresikan kedalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001).
Perjalanan klinis gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium yaitu :
Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antara 40%-75%). Tahap inilah yang paling ringan, faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita belum merasakan gejala-gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20%-50%). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat-obatan yang bersifat yang bersifat menganggu faal ginjal. Bila langkah-langkah ini dilakukan secepatnya denagn tepat, dapat mencegah penderita masuk ke tahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat di atas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5%-25%. Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala-gejala kekurangan darah, tekana darah akan naik, aktifitas penderita mulai terganggu.
Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10%). Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan tak dapat melakukan tugas sehari hari sebagaimana mestinya. Gejala-gejala yang timbul antara lain Mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90% dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10% dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10ml/menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.

F.     MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang terjadi antara lain (Barbara C Long, 1996)
1.      Gejala dini : Lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, dan depresi.
2.      Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, priritus mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif dan edema pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritus, anoreksia, mual, muntah, cegukan, kedutan, otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
Sedangkan manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
1.      Sistem kardiovaskuler, antara lain hipertensi, pitting edema, edema periorbital, pembesaran vena leher, friction subpericardial.
2.      Sistem pulmoner, antara lain nafas dangkal, krekel, kusmaul, sputum kental dan liat.
3.      Sistem gastrointestinal, anatara lain anoreksia, mual dan muntah, pendarahan saluran GI, ulserasi dan pendarahan mulut, nafas berbau ammonia.
4.      Sistem muskuloskletal, antara lain kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang.
5.      Sistem integumen, antara lain warna kulit abu-abu mengkilat, pruritus, kulit kering bersisisik, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
6.      Sistem reproduksi, antara lain amenore, atrofi testis.

G.    KOMPLIKASI
Menurut Smeltzer (2000), komplikasi gagal ginjal kronik yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :
1.      Hiperkalemia, akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diit berlebih.
2.      Perikarditis, efusi pericardial dan temponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3.      Hipertensi, akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem rennin, angiotensin, aldosteron.
4.      Anemia, akibat penurunan eritropoeitin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi.
5.      Penyakit tulang, akibat retensi posfat, kadar kalium serum yang rendah metabolisme vitamin D, abnormal dan peningkatan kadar aluminium.

H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Urin
Volume                 : biasanya kurang dari 400ml/24 jam(oliguri)/anuria
Warna                    : secara abnormal urin keruh, mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat lunak, sedimen kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobulin, firfirin.
Berat jenis             : < 1.051 (menetap pada 1.010 menunjukkan kerusakan ginjal berat).
Osmomalitas         : < 350 mosm/kg menunjukan kerusakan mubular dan rasio urin/sering 1:1.
Kliren kreatinin     : mungkin agak menurun.
Natrium                 : > 40 ME o/% karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
Protein                   : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara bulat, menunjukan kerusakan glomerulus jika SDM dan fagmen juga ada. pH, kekeruhan, glokusa, SDP dan SDM.
2.      Darah
BUN                     : urea adalah produksi akhir dari metabolisme protein, peningkatan BUN dapat merupakan indikasi dehidrasi, kegagalan prerenal atau gagal ginjal.
Kreatinin               : produksi katabolisme otot dari pemecahan kreatinin otot dan posfat. Bila 50% nefron rusak maka kadar kreatinin meningkat.
Elektrolit               : natrium, kalium, kalsium dan phosfat.
Hematologi           : Hb, thrombosit, Ht, dan Leukosit.
3.      Pielografi intravena
Menunjukan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
4.      Sistouretrogram berkemih
Menunjukan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi.
5.      Ultrasonografi
Menunjukan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
6.      Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis.
7.      Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif.
8.      EKG
Mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia, hipertropi ventrikel dan tanda-tanda perikarditis.

I.       PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan menurut Haryono, 2013 adalah :
1.      Obat-obatan
Antihipertensi, Suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih), transfusi darah.
2.      Intake cairan dan makanan
a.       Minum yang cukup
b.      Pengaturan diet rendah protein (0,4-0,8 gram/kg BB) bisa memperlambat perkembangan gagal ginjal kronis.
c.       Asupan garam biasanya tidak dibatasi kecuali jika terjadi edema (penimbunan cairan di dalam jaringan ) atau hipertensi.
d.      Tambahan vitamin B dan C diberikan jika penderita menjalani diet ketat atau menjalani dialisa.
e.       Pada penderita gagal ginjal kronis biasanya kadar trigliserida dalam darah tinggi. Hal ini akan meningkatkan resiko terjadinya komplikasi, seperti stroke dan serangan jantung. Untuk menurunkan kadar trigliserida, diberikan gemfibrozil.
f.       Kadar asupan cairan dibatasi untuk mencegah terlalu rendahnya kadar garam (natrium) dalam darah.
3.      Hemodialisis
Hemodialisi adalah suatu teknoligi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi.
Dialisis dapat digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk GGK atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan ginjal.
4.      Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal adalah suatu metode terapi dengan cara memanfaatkan sebuah ginjal yang sehat (yang diperoleh melalui proses pendonoran) melalui prosedur pembedahan.
Prosedur bedah transplantasi ginjal biasanya membutuhkan waktu antara 3 sampai 6 jam.
Transplantasi ginjal tidak dapat dilakukan untuk semua kasus penyakit gagal ginjal kronik. Individu dengan kondisi seperti kanker, infeksi serius, atau penyakit kardiovaskular (pembuluh darah jantung) tidak dianjurkan untuk menerima transplantasi ginjal karena kemungkinan gagal yang cukup tinggi.

J.      ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1.      PENGKAJIAN
a.      Aktivitas/istirahat
Gejala : kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise. Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
Tanda : kelemahan otot, kehilanagan tonus, penurunan rentang gerak.
b.      Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda : hipertensi, nadi kuat, edema, jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan, distrimia jantung nadi lemah halus, hipotensi ortostik menunjukan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir. Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning. Kecenderungan perdarahan.
c.       Integritas Ego
Gejala : faktor stres, contoh : finansial, hubungan, perasaan tidak berdaya, tidak ada kekuatan.
Tanda : menoak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung, perubahan kepribadian,.
d.      Eliminasi
Gejala : penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah,coklat barawan, oliguria, dapat menjadi anuria.
e.       Makanan/cairan
Gejala : peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa tidak sedap pada mulut (pernafasan ammonia)
Tanda : distensi abdomen, pembesaran hati, perubahan turgor kulit, edema, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah, penurunan otot, penurunan lemak sub kutan, penampilan tidak bertenaga.
f.       Neorosensori
Gejala : sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang sindrom, rasa terbakar pada telapak kaki.
Tanda : gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentarasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
g.      Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri panggul, sakit kepala, kram otot.
Tanda : perilaku berhati-hati, distraksi, gelisah.
h.      Pernafasan
Gejala : nafas pendek, dyspnea, batuk dengan atau tanpa sputum kental dan banyak.
Tanda : takipnea, dyspnea, peningkatan frekuens, kusmaul, batuk produktif denagan atau tanpa sputum.
i.        Keamanan
Gejala : kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda : pruritus, demam, normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal (efek GGK/defresi respons imun) ptekie, area ekimosis pada kulit.
j.        Seksualitas
Gejala : penurunan libido, aminore, infertilitas.
k.      Interaksi sosial
Gejala : kesulitan menentukan kondisi, tidak mampu brkerja, mempertahankan fungsi peran biasannya dalam keluarga.
l.        Penyuluhan/pembejaran
Gejala : riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi.
Riwayat terpajan pada toksik, contoh obat, racun lingkungan. Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang.

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut doenges, (1999) sebagai berikut :
1.      Pola nafas tidak efektif b/d tekanan abdomen/keterbatasan pengembangan difragma.
2.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d udem sekunder
3.      Gangguan pemenuhan nutrisi b/d gagngguan metabolisme protein
4.      Kerusakan integritas kulit b/d gangguan status metabolik dan sirkulasi

Tidak ada komentar: