BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Anatomi Fisiologi
Gambar.1 Anatomi Colon dan Rectum
Struktur dan fungsi Anatomi fisiologi
Usus Besar
Usus besar berisi kuman dengan jumlah mencapai triliunan. Mikroba ini berfungsi dalam proses pembusukan. Ada beberapa bakteri yang dapat menghasilkan vitamin B dan K. Kegiatan bakteri-bakteri ini dalam mencerna sisa-sisa protein dapat menghasilkan bau busuk yang keluar dalam bentuk gas dari dubur. Gas yang dihasilkan dapat mencapai 2 liter setiap hari. Proses penyerapan air dan mineral ini ibarat menimba air bersih di dalam saluran got yang airnya sangat kotor karena di dalam usus besar ini hanya terdapat makanan dalam bentuk sisa-sisa yang akan dibusukkan dan dibuang ke luar tubuh. Di dalam usus besar, makanan hanya akan mengalami penyerapan air dan beberapa garam mineral. Syafudin.2006.
Usus besar berisi kuman dengan jumlah mencapai triliunan. Mikroba ini berfungsi dalam proses pembusukan. Ada beberapa bakteri yang dapat menghasilkan vitamin B dan K. Kegiatan bakteri-bakteri ini dalam mencerna sisa-sisa protein dapat menghasilkan bau busuk yang keluar dalam bentuk gas dari dubur. Gas yang dihasilkan dapat mencapai 2 liter setiap hari. Proses penyerapan air dan mineral ini ibarat menimba air bersih di dalam saluran got yang airnya sangat kotor karena di dalam usus besar ini hanya terdapat makanan dalam bentuk sisa-sisa yang akan dibusukkan dan dibuang ke luar tubuh. Di dalam usus besar, makanan hanya akan mengalami penyerapan air dan beberapa garam mineral. Syafudin.2006.
Di dalam usus ini makanan sudah
berwujud dalam bentuk ampas. Adanya bakteri saprofit, yaitu Eschericia coli
menyebabkan ampas makanan akan membusuk yang selanjutnya akan dikeluarkan dalam
bentuk feses.
Jika dalam dinding usus besar seseorang terinfeksi, akibatnya penyerapan air akan terganggu, sehingga wujud feses dalam keadaan cair yang disebut dengan gejala diare. Apabila seseorang menahan buang air besar, maka akan menyebabkan penyerapan air yang berlebihan sehingga feses menjadi keras yang disebut dengan konstipasi (sembelit) yang dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah vena sekitar anus yang gejalanya disebut dengan hemoroid (ambeien).Beberapa makanan dapat merangsang bakteri untuk menghasilkan lebih banyak gas di dalam usus besar, di antaranya adalah kol, ubi, bawang, dan kacan gmerah. (Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G. 2002)
Jika dalam dinding usus besar seseorang terinfeksi, akibatnya penyerapan air akan terganggu, sehingga wujud feses dalam keadaan cair yang disebut dengan gejala diare. Apabila seseorang menahan buang air besar, maka akan menyebabkan penyerapan air yang berlebihan sehingga feses menjadi keras yang disebut dengan konstipasi (sembelit) yang dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah vena sekitar anus yang gejalanya disebut dengan hemoroid (ambeien).Beberapa makanan dapat merangsang bakteri untuk menghasilkan lebih banyak gas di dalam usus besar, di antaranya adalah kol, ubi, bawang, dan kacan gmerah. (Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G. 2002)
Struktur dan fungsi Anatomi fisiologi
Anus. Feses akan didorong oleh otot-otot polos di sekitarnya menuju ke anus dan
tertimbun di situ dan akhirnya menyebabkan seseorang merasa ingin buang air
besar. Proses buang air besar ini disebut defekasi. Otot-otot di sekitar anus
berkontraksi sehingga anus membuka dan mengeluarkan feses dari anus. Feses yang
dihasilkan dari organ pembuangan dipengaruhi oleh jenis makanan. Makanan yang
banyak mengandung serat tumbuhan lebih banyak menghasilkan feses, karena sulit
dicerna. Makanan yang lain umumnya 95% dapat diserap oleh usus halus dan 5%
menjadi kotoran dalam bentuk feses. Sekitar 75% kandungan feses terdiri dari
air. Sisanya adalah berupa zat. (Gilroy,
Richard K. 2008.)
B.
Definisi
Importa anus (atresia ani) adalah tidak komplit perkembangan embrionik
pada distal usus ( anus ) atau tertutupnya anus secara abnormal (suriadi 2006).
Atresia Ani adalah
kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum
atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002)
Atresia ini atau anus imperforate adalah
tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm
mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata
atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan
langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)
Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan.
Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut
juga clausura. Harjono, RM.2000.
Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat
yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa
terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit
yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh,
misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani
memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan
tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya (Brunner and Suddarth 2002).
C.
Klasifikasi
Klasifikasi
atresia ani menurut Brunner and Suddarth ( 2002), yaitu
:
1.
Anal stenosis adalah terjadinya
penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
2.
Membranosus atresia adalah
terdapat membran pada anus.
3.
Anal agenesis adalah memiliki
anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
4.
Rectal atresia adalah tidak
memiliki rectum
.
D.
Etiologi
Menurut Mansjoer. A (2002), Atresia dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain:
1.
Putusnya saluran pencernaan
dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
2.
Kegagalan pertumbuhan saat bayi
dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3.
Adanya gangguan atau
berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta
traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia
kehamilan.
4.
Rektum berupa
kelainan letak tengah di daerah anus seharusnya terbentuk secara lazim terdapat
lekukan anus (analdimple) yang cukup dalam. Namun, pada kelainan yang jarang
ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra yang menghubungkan rektum
yang buntu dengan uretra pars bulbaris.
5.
Kelainan
letak tinggi Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki,
sebaliknya kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi perempuan. Pada
perempuan dapat ditemukan fistula -and kutaneus, fistula rektoperinium dan
fistula rektovagina. Sedangkan pada laki-laki dapat ditemukan dua bentuk
fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula rektoperineum. Fistula ini
menghubungkan rektum dengan kandung kemih pada daerah trigonum vesika. Fistula
tidak dapat dilalui jika mekonoium jika brukuran sangat kecil, sedangkan
fistula dapat mengeluarkan mekonium dalam rektum yang buntu jika berukuran
cukup besar. Oleh karena itu, dapat terjadi kelainan bentuk anorektum disertai
fistula. Kelainan bawaan anus juga dapat disebabkan gangguan pertumbuhan dan
fusi. Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital.
E.
Patofisiologi
Kelainan ini
terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik,
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur, Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani,
karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu
atau tiga bulan, Berkaitan
dengan sindrom down, Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
Menurut Prince A Sylvia. (2006), Terdapat tiga macam letak atresia ani :
1.
Tinggi
(supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan
jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan
fistel ke saluran kencing atau saluran genital
2.
Intermediate → rectum terletak pada M.levator ani tapi
tidak menembusnya.
3.
Rendah → rectum berakhir dibawah M.levator ani sehingga
jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm. Pada wanita 90 % dengan fistula
ke vagina / perineum pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke
traktus urinarius.
F.
q Gangg. pertumbuhan
q Pembentukan anus dari tonjolan embriogenik
ATRESIA
ANI
Path Ways
q Gangg. pertumbuhan
q Pembentukan anus dari tonjolan embriogenik
ATRESIA
ANI
|
|
|||||||||||||||
|
|
Sjamsu HR, 2005
G.
Manifestasi Klinis
Menurut Betz (2002), tanda dan gejala yang
khas pada klien antresia ani seperti :
1)
Mekonium
tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2)
Tidak
dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3)
Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau
anus yang salah letaknya
4)
Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda
obstruksi usus (bila tidak ada fistula).
5)
Bayi
muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6)
Pada pemeriksaan rectal touché
terdapat adanya membran anal.
7)
Perut kembung.
H.
Komplikasi
Menurut Sjamsu HR
(2005), komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain:
1)
Asidosis hiperkioremia.
2)
Infeksi saluran kemih yang bisa
berkepanjangan.
3)
Kerusakan uretra (akibat
prosedur bedah).
4)
Komplikasi jangka panjang.
a.
Eversi mukosa anal
b.
Stenosis (akibat kontriksi
jaringan perut dianastomosis)
5)
Masalah atau kelambatan yang
berhubungan dengan toilet training.
6)
Inkontinensia (akibat stenosis
awal atau impaksi)
7)
Prolaps mukosa anorektal.
8)
Fistula kambuan (karena ketegangan
diare pembedahan dan infeksi.
I.
Penatalaksanaan Medis
Menurut Staf Pengajar FKUI (2005),
penatalaksanaan medis pada penderita Atresia Ani antara lain:
1)
Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir
bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin
rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa
lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur
penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan
ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis
untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga
memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status
nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui
afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan
membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut
dilubangi degan hemostratau skapel.
2)
Pengobatan
a.
membran anal (membuat anus
buatan).
b.
Fiktusi yaitu dengan melakukan
kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat
anus permanen).
3)
Pada stenosis
yang berat perlu dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra, dilatasi
hegar,atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat
melakukan dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan yangdilakukan selama 6
bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan
normal.
4) Melakukan operasi anapelasti perineum yang
kemudian dilanjutkan dengan dilatasi
pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.
5) Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan
rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada masa neonatus.
6) Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain:
a) Operasi abdomino perineum pada usia ( 1tahun )
b) Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia ( 8 -12 bulan)
c) Pendekatan sacrum setelah bayi berumur ( 6 – 9 bulan)
Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi
kemudian dilanjutkan dengan operasi"abdominalpull-through"manfaat
kolostomi adalah antara lain:
a). Mengatasi obstruksi usus
b). Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk
dikerjakan dengan lapangan operasi
yang bersih.
c). Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan
pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta
menemukan kelainan bawaan yang lain.
Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah
teknik Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi
tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan ganti dari
teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini punya
resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding perut.
Perlu dilakukan pemeriksaan dengan NGT untuk mencari ada tidaknya atresia pada
bayi baru lahir terutama dengan faktor resiko ibu yang memiliki polihidramnion
ataupun tanda dari bayi seperti mulut berbuih, air liur yang terus keluar,
batuk dan sesak nafas, ataupun kembung. Dalam perujukan, perlu dilakukan
tindakan khusus saat pemindahan, yaitu untuk mencegah hipotermia, sumbatan
jalan nafas dan aspirasi dengan suction berulang, dan gangguan sirkulasi
seperti dehidrasi, hipoglikemia dan gangguan elektrolit dengan pemberian cairan
intravena.
Beberapa kelainan bawaan tidak dapat
dicegah, tetapi ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko
terjadinya kelainan bawaan:
a) Tidak merokok dan menghindari
asap rokok
b) Menghindari alcohol
c) Menghindari obat terlarang
d) Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal
e) Melakukan olah raga dan istirahat yang cukup
f) Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin
g) Mengkonsumsi suplemen asam folat.
J.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Brunner & Suddarth (2002),
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penderita atresia ani adalah:
1)
Pemeriksaan rectal digital dan
visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.
2)
Jika ada fistula, urin dapat
diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
3)
Pemeriksaan sinyal X lateral
infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam
ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung
kantong rectal.
4)
Ultrasound dapat digunakan
untuk menentukan letak rectal kantong.
5)
Aspirasi jarum untuk mendeteksi
kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika
mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut
dianggap defek tingkat tinggi.
6)
Pemeriksaan radiologis dapat
ditemukan
a.
Udara dalam usus berhenti
tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.
b.
Tidak ada bayangan udara dalam
rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan
kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus.
Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
c.
Dibuat foto anterpisterior (AP)
dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus
benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan
dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
K.
Asuhan keperawatan
secara teoritis
Menurut
Doengoes Marrylin (2000), pengkajian pada penderita Atresia Ani antara lain:
1)
Pengkajian
a.
Biodata klien
b.
Riwayat keperawatan
c.
Riwayat keperawatan/kesehatan
sekarang
d.
Riwayat kesehatan masa lalu
2)
Riwayat tumbuh kembang
a.
BB lahir abnormal
b.
Kemampuan motorik halus,
motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah mengalami trauma saat sakit
c.
Sakit kehamilan mengalami
infeksi intrapartal
d.
Sakit
kehamilan tidak keluar mekonium
3)
Pola nutrisi – Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu
terjadi pada pasien dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk
makan mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi.
4)
Pola Eliminasi
5)
Dengan pengeluaran melalui
saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh dibersihkan dari bahan – bahan
yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani
tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan
dalam defekasi
6)
Pola Aktivitas dan Latihan
7)
Pola latihan dan aktivitas
dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.
8)
Pola Persepsi Kognitif
9)
Menjelaskan tentang fungsi
penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan ketanggapan
dalam menjawab pertanyaan.
10)
Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri
pada luka inisisi.
11)
Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri
misalnya body image, body comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah,
penolakan karena dampak luka jahitan operasi
12)
Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan
hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab
atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
13)
Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial
sebagi alat reproduksi
14)
Pola Pertahanan Diri, Stress
dan Toleransi, Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan.
15)
Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien
dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian.
Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap
klien dalam upaya pelaksanaan ibadah .
16)
Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada
pasien atresia ani adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang
tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh
jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24
jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina.
L.
Diagnosa Keperawatan
Teoritis
Menurut
Doengoes Marrylin (2000), diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada
penderita Atresia Ani adalah:
a.
Dx Pre Operasi
1)
Gangguan pola eliminasi b/d
tidak adanya membrane anal.
2)
Risiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.
3)
Cemas orang tua berhubungan
dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.
b.
Dx Post Operasi
1)
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.
2)
Kurang pengetahuan berhubungan
dengan perawatan di rumah.
Tujuh Diagnosa keperawatan lain yang
terkadang muncul antara lain ;
1)
Gangguan eliminasi BAK b.d
Dysuria
2)
Gangguan rasa nyaman b.d vistel
rektovaginal, Dysuria
3)
Resti infeksi b.d feses masuk
ke uretra, mikroorganisme masuk saluran kemih
4)
Resiko nutrisi kurang dari
kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia
5)
Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d
trauma jaringan post operasi
6)
Resti infeksi b.d perawatan
tidak adekuat, trauma jaringan post operasi
7)
Resti kerusakan integritas
kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol.
M.
Rencana Asuhan
Keperawatan Teoritis
NO
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
TUJUAN / KH
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1
|
Gangguan pola eliminasi
b/d tidak adanya membrane anal.
|
Setelah dilakukan
tindakan asuhan keperawatan diharapkan hasil Klien mampu mempertahankan pola
eliminasi BAB dengan teratur.
KH :
-
Penurunan distensi abdomen.
-
Meningkatnya kenyamanan
|
1.
Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order
2.
Kaji
bising usus dan abdomen setiap 4 jam
3.
Ukur lingkar abdomen
4.
Berikan posisi yang nyaman
pada pasien
|
1.
Evaluasi
bowel meningkatkan kenyaman pada anak.
2.
Meyakinkan berfungsinya usus
3.
Pengukuran
lingkar abdomen membantu mendeteksi terjadinya distensi
4.
Posisi yang nyaman dapat
menurunkan rasa nyeri karna konstipasi.
|
2
|
Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya
intake, muntah
|
Setelah dilakukan
tindakan asuhan keperawatan diharapkan hasil Klien dapat mempertahankan
keseimbangan cairan
Kriteria Hasil :
-
Output urin 1-2 ml/kg/jam
-
Capillary refill 3-5 detik
-
Turgor kulit baik
-
Membrane mukosa lembab
|
1.
Monitor intake – output cairan
2.
Lakukan
pemasangan infus dan berikan cairan IV
3.
Pantau TTV
4.
Ukur dan catat BB klien
5.
Berikan cairan sedikit tapi
sering
6.
Berikan perawatan mulut dan
bibir dengan sering
7.
Observasi membrane mukosa dan
turgor kulit
8.
Jelaskan agar menghindar
makanan yang berbau dan merangsang mual.
|
1. Dapat mengidentifikasi status cairan
klien
2.
Mencegah dehidrasi
3.
Mengetahui kehilangan cairan
melalui suhu tubuh yang tinggi
4.
Peningkatan BB indicator
adanya kelebihan cairan dalam tubuh
5.
Untuk meminimalkan kehilangan
cairan
6.
Meminimalkan terjadinya luka
pada mukosa mulut da bibir
7.
Perubahan dari normal tanda
tersebut indikasi tidak adekuatnya sirkulasi perifer dan dehidrasi seluler
8.
Menghindari adanya
pengeluaran cairan peroral atau muntah.
|
3
|
Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit dan prosedur perawatan.
|
Setelah dilakukan
tindakan asuhan keperawatan diharapkan hasil, Kecemasan orang tua dapat
berkurang
Kriteria Hasil :
-
Klien tidak lemas
|
1.
Jelaskan
dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan fisiologi
saluran pencernaan normal. Gunakan alay, media dan
gambar
2.
Beri jadwal studi diagnosa
pada orang tua
3.
Beri informasi pada orang tua
tentang operasi kolostomi
4.
Jelaskan prosedur yang akan
dilakukan, berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur.
|
1.
Agar orang tua mengerti kondisi klien
2.
Pengetahuan tersebut
diharapkan dapat membantu menurunkan kecemasan
3.
Membantu mengurangi kecemasan
klien
4.
Informasi akurat dapat menurunkan
ansietas dan rasa takut karena ketidaktahuan.
|
4
|
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma
sekunder dari kolostomi
|
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan hasil kerusakan
itegritas kulie teratasi/ hilang.
KH ;
-
Keadaan umum klien baik
-
Kulit kembali normal
|
1. Kaji kulit tiap hari, catat
warna,turgor,sirkulasi dan sensasi.
2. Pertahankan instruksikan dalam hygiene kulit, misalnya
membasuh kulit da mengeringkan nya dengan hati-hati.
3. Dorong klien untuk ambulasi / turun
dari tempat tidur jika memungkinkan.
4. Ubah posisi secara teratur dang
anti sprei sesuai kebutuhan.
5. Tutupi luka tekan yang terbuka
dengan pembalut steril.
6. Berikan matras atau tempat tidur
busa .
|
1. Menentukan garis dasar dimana
perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi.
2. Mempertahankan kebersihan karena
kulit yang rapuh dapat menjadi barier infeksi.
3. Menurunkan tekanan pada kulit
dari istirahat lama ditempat tidur.
4. Mengurangi stress pada titik
tekanan, meningkatkan aliran darah kejaringan dan meningkatkan proses
penyembuhan.
5. Dapat mengurangi kontaminasi
bakteri, meningkatkan proses penyembuhan.
6. Menurunkan iskemia jaringan,
mengurangi tekanan pada kulit, jaringan dan lesi.
|
5
|
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia
|
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan hasil nutrisi kurang dari kebutuha tubuh dapat
teratasi/berkurang.
Kriteria hasil
- Nafsu makan meningkat
- Mual muntah (-)
- Klien tidak lemah
|
1. Kaji/catat pemasukan diet.
2. Berikan makanan sedikit tapi sering.
3. Timbang BB tiap hari
bila memungkinkan.
Kolaborasi:
4.
Awasi
pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, albumin, serum, transferin, natrium dan
kalium.
5.
Konsul
dengan ahli gizi/tim pendukung nutrisi.
6.
Berikan
kalori tinggi, diet rendah/sedang protein.
|
1.
Membantu
dalam mengidentifikasi defisiensidari kebutuhan diet. Kondisi fisik umum,
gejala uremik (mual, anoreksia, gangguan rasa) dan pembatasan diet multipel
mempengaruhi pemasukan makanan.
2.
Meminimalkan
anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunkan peristaltik.
3.
Pasien
puasa/katabolik akan secara normal kehilangan 0,2-0,5 kg/hari. Perubahan
kelebihan 0,5 kg dapat menunjukan perpindahan keseimbangan cairan.
4.
Menurunkan distensi dan
iritasi gaster
5.
Menentukan
kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan dan mengidentifikasi
rute paling efektif dan produknya, contoh tambahan oral, makanan selang,
hiperalimentasi.
6.
Jumlah
protein eksogen yang dibutuhkan kurang dari normal kecuali pada pasien dialisis.
Karbohidrat memnuhi kebutuhan energi dan memenuhi jaringan katabolisme,
mencegah pembentukan asam keton dari oksidasi protein dan lemak..
|
Doengoes Marrylin (2000)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar