Rabu, 23 Oktober 2013

askep malaria


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    SEJARAH PENYAKIT MALARIA
Memasuki melenum ke 3, infeksi malaria masih merupakan problema klinik bagi Negara tropik/sub-tropik dan Negara berkembang maupun Negara yang sudah maju. Malaria merupakan penyebab kematian utama penyakit tropik diperkirakan satu juta penduduk dunia meninggal tiap tahunnya dan terjadi kasus malaria baru 200-300 juta/tahun. Malaria berasal dari bahasa italia (mala+aria) yang berarti “udara yang jelek/salah”, baru sekitar tahun 1880 Charles Louis Alphonse Laveran dapat membuktikan bahwa malaria oleh adanya parasit didalam sel darah merah, dan kemudian Ronald Ross membuktikan siklus hidup plasmodium dan transmisi penularannya pada nyamuk. Oleh karena penemuannya Laveran dan Ross mendapat hadiah Nobel (Aru.W, Sudoyo. dkk: 2007).
Laporan kasus malaria yaitu adanya deman dengan splenomegali telah dituliskan dalam literature kuno dari cina yaitu Nei Ching Canon of Medicine pada 1700 SM dan dari mesir dalam Esers Papyrus pada tahun 1570 SM. Tahun 1948 ditemukan siklus exoeritrositer pada P. cynomolgi oleh shortt dan Garnham; dan pada tahun 1980 Krostoki dan Garnham menemukan bentuk di jaringan  yang disebut hipnozoit yang menyebabkan terjadinya relaps (Aru.W, Sudoyo. dkk: 2007).
Pada permulaan abat ke-20 juga ditandai dengan ditemukannya pepisida untuk membunuh nyamuk yaitu dichloro-diphenyl-trichloroethane (DDT) oleh Paul Muller (Swiss). Seksesnya eradikasi malaria dalam era tahun 1960-an ternyata tidak sepenuhnya menghilangkan penyakit malaria di dunia. Di Indonesia dengan adanya  program POPEM (Komando Operasi Pembasmian Malaria), malaria hanya dapat dikontrol untuk daerah Jawa dan  Bali. Sampai sekarang masih banyak kantung-kantung malaria khususnya daerah Indonesia kawasan Timur (Irian, Maluku, Timor Timur, NTT, Kelimantan dan sebagian besar Sulawesi), beberapa daerah sumatera (Lampung, Riau, Bengkulu dan Sumatera Barat dan Utara) dan sebagian kecil Jawa (Jepara, sekitar Jogya, dan Jawa Barat) (Aru.W, Sudoyo. dkk: 2007).
Penyakit malaria, sejak tahun 1950 telah berhasil dibasmi di hampir seluruh benua Eropa dan di daerah seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih menjadi masalah besar di beberapa bagian benua Afrika dan Asia Tenggara yang pada umumnya negara berkembang dan berada pada wilayah tropis. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang. Diperkirakan sekitar 100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya, sekitar 1 persen diantaranya berakibat fatal berupa kematian (Kompasiana Kesehatan, 2011).
Sejarah penanganan penyakit malaria, sejak tahun 1638 telah diatasi dengan getah dari batang pohon cinchona, yang lebih dikenal dengan nama kina. Kina mampu menekan pertumbuhan protozoa dalam jaringan darah meski merupakan tumbuhan beracun. Pada tahun 1930, ahli obat-obatan Jerman berhasil menemukan Atabrine (quinacrine hydrocloride) yang kadar racunnya lebih rendah, sehingga dianggap lebih efektif daripada quinine. Sejak akhir perang dunia kedua (sekitar tahun 1945), dibandingkan dengan Atabrine atau quinine, klorokuin dianggap lebih mampu menangkal dan menyembuhkan demam rimba secara total, juga dianggap lebih efektif dalam menekan jenis-jenis malaria. Obat tersebut (klorokuin) juga mengandung kadar racun paling rendah daripada obat-obatan lain yang terdahulu (Atabrine dan quinine ) serta terbukti efektif karena tidak perlu digunakan secara terus menerus (Kompasiana Kesehatan, 2011).
Namun perkembangan terbaru memperlihatkan adanya strain yang memiliki daya tahan terhadap klorokuin serta obat anti malaria sintetik lain dari strain Plasmodium falciparum, organisme yang menyebabkan malaria tropika. Strain jenis ini ditemukan terutama di wilayah Asia Tenggara (Vietnam dan Malaysia), Amerika Selatan dan Afrika. Strain plasmodium falciparum juga kebal terhadap obat-obatan dari getah batang pohon kina. Akibat munculnya strain parasit yang kebal terhadap obat-obatan tersebut terjadi peningkatan jumlah kasus penyakit malaria di beberapa negara tropis. Fakta lain juga membuktikan jenis nyamuk pembawa malaria (anopheles) telah memiliki daya tahan terhadap insektisida seperti DDT.
Saat ini penggunaan Mefloquine telah terbukti efektif terhadap strain malaria yang kebal terhadap klorokuin. Penggunaan Mefloquine bisa sebagai pengobatan dan sebagai pencegahan, sementara proguanil digunakan hanya sebagai pencegahan. Para ahli juga sedang meneliti efek samping yang merugikan dari penggunaan Mefloquine. Suatu kombinasi dari sulfadoxine dan pyrimethamine digunakan untuk pencegahan di daerah-daerah yang terjangkit malaria yang telah kebal terhadap klorokuin.

B.     PENGERTIAN MALARIA
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang di sebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan di tandai dengan di temukanya bentuk aseksual di
dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi sistemik yang di kenal sebagai malaria berat. Sejenis infeksi parasit yang menyerupai malaria ialah infeksi bebesiosa yang menyebabkan babesiosis. Ada empat type plasmodium parasit yang dapat meng-infeksi manusia, namun yang seringkali ditemui pada kasus penyakit malaria adalah Plasmodium falciparum and Plasmodium vivax. Lainnya adalah Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae (Aru.W. Sudoyo dkk: 2007).

C.    ETIOLOGI/PENYEBAB
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium yang terdiri dari 4 spesies yaitu plasmodium vivax penyebab penyakit malaria tersiana, plasmodium falciparum penyebab penyakit malaria tropika, plasmodium malariae penyebab penyakit malariae quartana, dan plasmodium ovale penyebab penyakit malaria ovale yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile dan mamalia. Termasuk genus plasmodium dari family plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit(sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tuuh nyamuk yaitu anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang (82 jenis burung dan reptile dan 22 pada binatang primate (Arif Mansjoer, dkk: 2001).



D.    PATOFISIOLOGI
Menurut Arif Mansjoer, dkk (2001) Daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual dan fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan  nyamuk anopheles dan fase aseksual(skizogoni) dalam badan hospes vertebra termasuk manusia.
a.       Fase aseksual
fase aseksual terbagi atas fase jaringan dan fase eritrosit. Pada fase jaringan, sporozoit masuk dalam aliran darah ke sel hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit proses ini di sebut skizogoni praeritrosit. Lama fase ini berbeda untuk setiap tipe. Pada ahir fase, skizon pecah dn merozoit keluar dan masuk aliran darah, di sebut sporulasi. Pada plasmodium vivax dan plasmodium ovale, sebagian sporozoit membentuk hiponozoit dalam hati sehingga dapat mengakibatkan relaps jangka panjang dan rekurens.
b.      Fase aseksual
Parasit seksual masuk dalam lambing betina nyamuk. Bentuk ini mengalami
pematangan menjadi mikro dan makrogametosit dan terjadilah pembuahan yang
di sebut zigot(Ookinet). Ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk
dan menjadi ookista. Bila ookista pecah, ribuan sporozoit di lepaskan dan mencapai kelenjar liur nyamuk.




E.     GEJALA DAN TANDA
Menurut Arif Mansjoer, dkk (2001) gejala dan tanda yang dapat di temukan pada penyakit malaria adalah :
a.       Demam
Demam periodic yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang(sporulasi). Pada malaria tertian (plasmodium vivax dan plasmodium.
b.      Splenomegali
Splenomegali merupakan gejala khas malaria yang kronik. Limpa mengalami kongestik menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen erirtrosit parasit dan jaringan ikat yang bertambah.
c.       Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab yang paling berat adalah anemia karena plasmodium falciparum. Anemia di sebabkan oleh :
1.      Penghancuran eritrosit yang berlebihan.
2.      Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time)
3.      Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang (diseritropoesis)
d.      Ikterus
Ikterus di sebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar.


F.     PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN MALARIA
Yaitu penyakit atau keadaan klinik yang sering dijumpai pada daerah endemik malaria yang ada hubungannya dengan infeksi parasit malaria yaitu Sindrom Splenomegali Tropik (SST),Sindroma Nefrotik (NS) dan Burkit Limfoma (BL), (Aru.W. Sudoyo dkk: 2007).
1.      Sindroma Splenomegali Tropik (SST)
SST sering dijumpai dinegara tropic yang penyebabnya antara lain malaria,kala-azar,schistosomiasis,disebut juga Hyperreactive Malarial Splenomegaly (Big Spleen Disease) SST berbeda dengan splenomegali karena malaria.
2.      Sindrom Nefrotik
Sindrom nefrotik (SN) dengan ganbaran karakteristik berupa albuminuria, hipoalbumin, edema dan hiperkolesterolemia, dapat terjadi pada penderita anak-anak dengan infeksi plasmodium malariae.
3.      Burkitt’s Limfoma (BL)
Pada daerah hiper atau holo-endemik malaria sering di jumpai burkitt’s limfoma yaitu merupakan tumor limfosit B. Terjadinya tumor ini belum diketahui, diduga gangguan pada sel-sel penolong/supresi T dipengaruhi oleh P.
4.      Malaria Oleh Karena Trasfusi Darah
Malaria karena transfusi darah dari donor yang terinfeksi malaria cukup sering terutama pada daerah yang menggunakan donor komersial.

G.    PATOLOGI
Studi patologi malaria hanya dapat dilakukan pada malaria falsiparum karena kematian biasanya disebabkan oleh P.falciparum. Selain perubahahan jaringan dalam patologi malaria yang penting ialah keadaan mikro-vaskuler dimana parasit malaria berada. Beberapa organ yang terlibat antara lain otak, jantung, paru, hati, limfa, ginjal, usus, dan sumsum tulang. Pada otopsi dijumpai otak yang membengkak dengan perdarahan petekie yang mutipel pada jaringan putih (white marrer) Perdarahan jarang pada subtansi abu-abu. Tidak dijumpai herniasi. Hampir seluruh kapiler dan vena penuh dengan parasit. Pada jantung dan paru selain sekuestrasi, jantung relatif normal, bila anemia tampak pucat dan latasi. Pada paru di jumpai gambaran edema paru, pembentukan hialin, adanya aggregasi leukosit. Pada ginjal tampak bengkak, tubulus mengalami iskemia, sekuestrasi pada kapiler glomerulus, proliferasi sel mesangial dan endotel. Pada pemeriksaan imunofluorensen dijumpai deposisi imonoglobin pada mambran basal kapiler glomerulus. Pada saluran cerna bagian atas dapat terjadi perdarahan karena erosi, selain sekuenstrasi juga di jumpai iskemia yang menyebabkan nyeri perut. Pada sumsum tulang belakang dijumpai dyserthropoises, makrofag mengandung banyak pigmen, dan erythrophagocytosis (Aru.W, Sudoyo dkk: 2007).

H.    JENIS-JENIS MALARIA
Menurut Arif Mansjoer, dkk (2001) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis plasmodiumnya antara lain sebagai berikut :
1.    Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)
Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang memiliki 2 kromatin inti (DoubleChromatin).
Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika:
Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black Water Fever).
2.      Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)
Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/ rossete. Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax
tetapi lebih kecil.
Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria,
hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.
3.      Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)
Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.
4.      Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)
Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit ovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam. Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system tubuh, malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering terjadinya komplikasi.



I.       KOMPLIKASI
Komplikasi pada penyakit malaria menurut Arif Mansjoer, dkk (2001) adalah :
1.    Malaria otak
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya. Gejala klinisnya dimulai secara lambat atau setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf dan kejang-kejang bersifat fokal atau menyeluruh.
2.    Anemia berat
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak > 3 mg/ dl. Seringkali penyulit ini disertai edema paru. Angka kematian mencapai 50%. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya Anoksia, penurunan aliran darah keginjal, yang dikarenakan sumbatan kapiler, sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus.
3.      Edema paru
Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan. Frekuensi pernapasan meningkat. Merupakan komplikasi yang berat yang menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh kelebihan cairan dan Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS).

J.      CARA PENULARAN PENYAKIT MALARIA
1.      Penularan secara alamiah (natural infection) penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles. Bila nyamuk anopheles mengigit orng yang sakit malaria, maka parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita. Dalam tubuh nyamuk, parasit tersebut berkembang biak. Sesudah 7-14 hari apabila nyamuk tersebut mengigit orang sehat, maka parasit tersebut akan di tularkan ke orang tersebut. Di dalam tubuh manusia parasit akan berkembang biak, menyerang sel-sel darah merah. Dalam wktu kurang lebih 12 hari, orang tersebut akan sakit malaria (Sudoyo, Aru.W. dkk: 2007).

2.      Penularan yang tidak alamiah.
a.       Malaria bawaan (congenital).
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria, penularan terjadi melalui tali pusat atau plasenta.
b.      Secara mekanik.
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik yang tidak steril lagi. Cara penularan ini pernah dilaporkan terjadi disalah satu rumah sakit di Bandung pada tahun 1981, pada penderita yang dirawat dan mendapatkan suntikan intra vena dengan menggunakan alat suntik yang dipergunakan untuk menyuntik beberapa pasien, dimana alat suntik itu seharusnya dibuang sekali pakai (disposeble).
c.       Secara oral (Melalui Mulut).
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium) burung dara (P.Relection) dan monyet (P.Knowlesi).
Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Masa inkubasi ini bervariasi antara 9 -30 hari tergantung pada species parasit, paling pendek pada plasmodium Falciparum dan paling panjang pada plasmodium malaria. Masa inkubasi ini tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya dan tingkat imunitas penderita (Aru.W, Sudoyo dkk: 2007).
Cara penularan, apakah secara alamiah atau bukan alamiah, juga mempengaruhi. Penularan bukan alamiah seperti penularan malalui transfusi darah, masa inkubasinya tergantung pada jumlah parasit yang turut masuk bersama darah dan tingkat imunitas penerima arah. Secara umum dapat dikatakan bahwa masa inkubasi bagi plasmodium falciparum adalah 10 hari setelah transfusi, plasmodium vivax setelah 16 hari (Aru.W, Sudoyo dkk: 2007).

K.    PENCEGAHAN DAN VAKSIN MALARIA
Tindakan pencegahan infeksi malaria sangat penting untuk individu yang non-imun, khususnya pada turis nasional maupun internasional. Kemo-profilaktis yang dianjurkan ternyata tidak memberikan perlindungan secara penuh. Oleh karenanya masih sangat dianjurkan untuk memperhatikan tindakan pencegahan untuk menghindarkan diri dari gigitan nyamuk yaitu dengan cara:
1.      Tidur dengan kelambu sebaiknya dengan kelambu impregnated (dicelup peptisida : pemethrin atau delthamethhrin).
2.      Menggunakan obat pembunuh nyamuk: gosok, spray, asap, elektrik.
3.      Mencegah berada di alam bebas di mana nyamuk sapat menggigit atau harus memakai pelindung.
4.      Melindungi tempat tinggal/kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti nyamuk.
Vaksinasi terhadap malaria masih tetap dalam pengembangan. Hal yang menyulitkan ialah banyaknya antigen yang terdapat pada plasmodium selain pada masing-masing bentuk stadium pada daur.
            Plasmodium. Oleh karena yang berbahaya adalah p.falciparum sekarang baru ditujukan pada pembuatan vaksin untuk proteksi terhadap p.falciparum. pada dasarnya ada 3 jenis vaksin yang di kembangkan yaitu vaksin sporozoit (bentuk intra-hepatik), vaksin terhadap bentuk aseksual dan vaksin transmission blocking untuk melawan bentuk gametosit. Vaksin bentuk aseksual yang pernah dicoba ialah SPF-66 atau yang dikenal sebagai vaksin patarroyo, yang pada penelitian akhir-akhir ini tidak dppat dibuktikan manfaatnya (Aru.W, Sudoyo dkk: 2007).
L.     PENATALAKSANAAN
Menurut Arif Mansjoer, dkk (2001) Obat antimalaria terdiri dari 5 jenis, antara lain:
1.      Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit praeretrosit, yaitu proguanil, primetamin.
2.       Skizontisid jaringan sekunder yang  membasmi parasit eksoerirosit, yaiti primakuin.
3.      Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina, klorokuin, dan amodiakuin.
4.      Gametosid yang nghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untuk P. vivax, P. malariae, p. ovale adalah mencegah gkina, klorokuin, dan amodakuin.
5.      Sporontosid mencegah gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.
Penggunaan obat antimalaria tidak terbatas pada pengobatan kuratif saja tetapi juga termasuk :
a.       Pengobatan pencegahan (profilaksis) bertujuan mencegah terjadinya infeksi atau timbulnya gejal klinis. Penyembuhan dapat diperoleh dengan pemberian terapi jenis  ini pada infeksi malaria oleh P. falciparum  karena parasit ini tidak mempunyai fase eksoeritrosit.
b.      Pengobatan kuratif dapat dilakukan dengan obat malaria jenis skizontisid.
c.       Pencegahan transmsi bermanfaat untuk mencegah infeksi pada nyamuk atau mempengaruhi sporogonik nyamuk. Obat antimalaria yang dapat digunakan seperti jenis gametosid atau sporontosid.

M.   MALARIA BERAT
Menurut Arif Mansjoer, dkk (2001) kasus malaria terbanyak adalah malaria falsiparum fatal yang memperlihatkan keterlibatan susunan saraf pusat .Organ yang terkena adalah :
1.      Otak : timbul delirium, diserientasi, stopor, koma, kejang, dan tanda neurologis fokal.
2.      Saluran gastrointestinal: muntah, diare hebat, perdarahan dan malobsorpsi.
3.      Ginjal: nekrosis tubular akut, hemoglobunoria, dan gagal ginjal akut.
4.      Hati : timbul ikterus karena adanya gangguan hepar, billous remittent fever ditandai dengan muntah hijau empedu karena komplikasi hepar.
5.      Paru: edema paru
6.      Lain-lain: anemia, malaria hiperperiksia, hipoglikemia, demam kencing hitam (black water fefer).

Penatalaksanaan Malaria Berat
Penatalaksanaan dapat dibagi menjadi dua,  yaitu bersifat umum dan spesifik:
1.      Pengobatan umum
a.       Syok dengan hepovelemia
b.      Hipertemia (suhu > 40 C)
c.       Tranfusi darah
d.      Gejala serebral
e.       Gangguan funsi ginjal
f.       Hipoglekimia ( gula darah < 50 mg%)
2.      Pengobatan spesifik
a.       Kina
b.      Klorokuin

N.    PROGNOSIS
Malaria vivaks, prognosis biasanya baik, tidak menyebabkan kematian. Jika tidak mendapat pengobatan, serangan pertama dapat berlangsung selama 2 bualan atau lebih. Malaria malariae, jika tidak diobati maka infeksi dapat berlangsung sangat lama. Malaria ovale dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Malaria falsiparum dapat menimbulkan komplikasi yang menyebabkan kamatian (Arif Mansjoer, dkk: 2001).







BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang di sebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan di tandai dengan di temukanya bentuk aseksual di dalam darah .
2.      Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium yang terdiri dari 4 spesies yaitu plasmodium vivax penyebab penyakit malaria tersiana, plasmodium falciparum penyebab penyakit malaria tropika, plasmodium malariae penyebab penyakit malariae quartana, dan plasmodium ovale penyebab penyakit malaria ovale yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile dan mamalia.
3.      Setelah pertemuan ini mahasiswa mampu mengetahui dan memahami                                                                                           tentang isu kejadian penyakit malaria.
4.      Setelah pertemuan ini Mahasiswa dapat mengetahui sejarah penyakit malaria.
5.      Setelah pertemuan ini Mahasiswa dapat mengetahui pengertian penyakit malaria.
6.      Setelah pertemuan ini Mahasiswa dapat membedakan penyakit malaria berat dan tidak berat.
7.      Setelah pertemuan ini Mahasiswa dapat mengetahui penyebab, gejala dan penatalaksanaan penyakit malaria.


 DAFTAR PUSTAKA
                       
Arif Mansjoer, dkk ( 2001) . Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta:Media Aesculapius
http://www.cdc.gov (MALARIA). Di akses pada tanggal 8 Februari 2012
www.who.int/topik/malaria/en. Di akses pada tanggal 8 Februari 2012
Sudoyo, Aru.W. dkk (2007) . Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5.Jakarta: Internal Publising
http://arisbambang.wordpress.com/kesehatan/2009 (Diakses Tanggal 10 Februari 2012)
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3760/.../fkm-hiswani11.pdf (Diakses Tanggal 10 Februari 2012)

Tidak ada komentar: