Selasa, 05 November 2013

askep bronkitis


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Sistem pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas dan paru-paru beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang melindunginya. Di dalam rongga dada terdapat juga jantung di dalamnya. Rongga dada dipisahkan dengan rongga perut oleh diafragma. Saluran nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan alveoli. Di dalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian rupa dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli. Terdapat juga suatu sistem pertahanan yang memungkinkan kotoran atau benda asing yang masuk dapat dikeluarkan baik melalui batuk ataupun bersin (Sloane , 2004).
American Thoracic Society dalam buku Standards for the diagnosis and care of patients with chronic obstructive pulmonary disease tahun 1995,sekitar 10 juta orang Amerika menderita PPOM, dan menyebabkan 40.000 kematian setiaptahun. Sedangkan Tjandra Yoga Aditama dosen FK UI, dalam Cermin Dunia Kedokteran No.84 tahun 1993 menyatakan bahwa di Indonesia penyakit asma, bronkitis dan emfisema merupakan penyebab kematian ke 10 (Puspitasari , 2009).
Di Indonesia, belum ada angka kesakitan Bronkitis kronis, kecuali di RS sentra-sentra pendidikan. Sebagai perbandingan, di AS ( National Center for Health tatistics ) diperkirakan sekitar 4% dari populasi didiagnosa sebagai Bronkitis kronis. Angka inipun diduga masih di bawah angka kesakitan yang sebenarnya (underestimate) dikarenakan  tidak terdiagnosanya Bronkitis kronis. Di sisi lain dapat terjadi pula overdiagnosis Bronkitis kronis pada pasien-pasien dengan batuk non spesifik yang self-limited (sembuh sendiri). Bronkitis kronis dapat dialami oleh semua ras tanpa ada perbedaan. Frekuensi angka kesakitan Bronkitis kronis lebih kerap terjadi pada pria dibanding wanita. Hanya saja hingga kini belum ada angka perbandingan yang pasti. Usia penderita Bronkitis kronis lebih sering dijumpai di atas 50 tahun (suparyanto , 2010).
Menurut Robert L. Wilkins dan James B. Dexter dalam buku Respiratory Diseases:Principles of Patient Care, bronkitis kronis adalah salah satu penyakit paru dimana pasienmemiliki batuk produktif kronik yang berhubungan dengan inflamasi bronchus. Untuk membuat diagnosis, para ahli menyatakan bahwa jangka waktu kronik pada penyakit iniadalah selama batuk produktif muncul, minimal selama tiga bulan setahun dan pada duatahun berturut-turut. Sebelum diketahui menderita Bronkitis kronis, pada awalnya pasienyang mengalami batuk produktif yang panjang biasanya terdiagnosis oleh dokter mengalamituberculosis, kanker paru, dan congestive heart failure (Puspitasari , 2009).
Bronkitis kronik sering disamakan dengan emfisema, padahal keduanya berbeda.Kedua penyakit ini sering ditemukan pada penderita Penyakit Paru Obstruktif Menahun(PPOM). PPOM menyerang pria dua kali lebih banyak daripada wanita, diperkirakan karena pria merupakan perokok yang lebih berat dibandingkan wanita, tetapi insidensnya pada wanita semakin meningkat dan stabil pada pria (Price, 1992).
 Untuk Bronkitis kronis, jumlah orang dewasa yang terdiagnosa kronik Bronkitis pada tahun 2007 di Amerika Serikat adalah 7,6 juta orang. Dampak yang timbul akibat menderita penyakit bronkitis kronis adalah infeksi saluran napas yang berat dan sering, penyempitan dan penyumbatan bronchus, sulitbernafas , disability , hingga kematian. Kebiasaan merokok merupakan faktor penting yang berkontribusi menyebabkan bronkitis kronik (Puspitasari , 2009).
Menurut American Academy of Family  Physian lebih dari 90 persen pasien bronkitis kronis memiliki riwayat pernah menjadi perokok. Tetapi terdapat faktor lain yang sedikit kontribusinya menyebabkan bronkitis kronik yaitu infeksi virus atau bakteri, polusi udara (ozon dan nitrogen dioksida/NO2), terpajan iritan di tempat kerja, dan lain-lain. Iritan-iritan yang dapat menyebabkan penyakit ini diantaranya uap logam ( fume) dari bahan-bahan kimia seperti sulfur dioksida (SO2), hidrogen sulfida (H2S), bromin (Br), amonia (NH3), asam kuat, beberapaorganic solvent , dan klorin (Cl). Debu juga dapat menyebabkan bronkitis kronis, seperti debu batu bara (Puspitasari , 2009).
Dari penjelasan di atas memberikan gambaran bagi kita semua bahwa penyakit-penyakit Respirasi tidak hanya disebabkan oleh merokok, polusi, genetik, tetapi juga disebabkan karena penyakit infeksi. Penyakit-penyakit yang didasari oleh virus dan bakteri.
Dari fenomena di atas kelompok tertarik untuk membahas mengenai asuhan keperawatan pada TN A dengan bronkitis.

B.     Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Umum
Secara umum tim penulis bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan klien dengan Bronkitis.
2.    Tujuan Khusus
a.       Pembaca dapat mengetahui tentang konsep bronchitis
b.      Mahasiswa mampu melakukan pengkajian dengan masalah bronkitis
c.       Mahasiswa mampu membuat analisa data dengan masalah bronkitis
d.      Mahasiswa mampu membuat rencana keperawatan dengan masalah bronkitis
e.       Mahasiswa mampu melakukan implementasi masalah bronkitis
f.       Mahasiswa mampu melakukan evaluasi masalah bronkitis
g.      Mahasiswa mampu melakukan pendokumentasian masalah bronkitis

C.     Manfaat Penulisan
1.      Institusi Pendidikan
Menambah referensi sebagai bahan pengetahuan tambahan untuk semua mahasiswa STIKES HI khususnya program studi ilmu keperawatan.
2.      Mahasiswa
Untuk menambah wawasan mahasiswa tentang konsep asuhan keperawatan pada penyakit bronkitis


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI
1. Pengertian Respirasi
Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung Oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung Karbondioksida keluar dari tubuh ( Syaifuddin , 2002 ).
Sistem respirasi adalah system organ yang berfungsi untuk mengambil O2 dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh untuk mentranspor CO2 yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Organ-organ respiratorik juga berfungsi untuk produksi bicara dan berperan dalam keseimbangan asam basa, pertahanan tubuh melawan benda asing, dan pengatran hormonal tekanan darah. Respirasi adalah pertukaran gas antara individu dan lingkungan atau keseluruhan proses pertukaran gas antara udara atmosfir dan darah serta antara darah dengan sel-sel tubuh (Syaifuddin , 2002).
2.    Anatomi Saluran Respirasi
Sistem Respirasi dibedakan menjadi dua saluran yaitu, saluran nafas bagian atas dan saluran nafas bagian bawah. Saluran nafas bagian atas terdiri dari: rongga hidung, faring dan laring. Saluran nafas bagias bawah terdiri dari trakea, bronkus, bronkiolus, dan paru-paru
.
a.    Saluran Nafas Bagian Atas
1)   Hidung
Hidung atau naso adalah saluran pernafasan yang pertama. Ketika proses pernafasan berlangsung, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan menjalani tiga proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban. Hidung terdiri atas bagian- bagian sebagai berikut:
Bagian luar dinding terdiri dari kulit. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan. Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah yaitu: konka nasalis inferior, konka nasalis media, dan konka nasalis superior.
Diantara konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu: meatus superior, meatus inferior dan meatus media. Meatus-meatus ini yang dilewati oleh udara pernafasan sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak yang disebut koana.
Dasar rongga hidung dibentuk oleh rahang atas ke atas rongga hidung yaitu sinus berhubungan dengan rongga yang disebut sinus paranasalis maksilaris pada rahang atas, sinus frontalis pada tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji, dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis.
Pada sinus etmoidalis keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju ke konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman, sel tersebut terutama terdapat pada di bagian atas. Pada hidung di bagian mukosa terdapat serabut saraf atau reseptor dari saraf penciuman (nervus olfaktorius).
Di sebelah konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga pendengaran tengah. Saluran ini disebut tuba auditiva eustachi yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga berhubungan dengan saluran air mata atau tuba lakrimalis.
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi secara terus-menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia.
2)   Faring
Merupakan pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid.
Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius). Nasofaring terletak tepat di belakang cavum nasi , di bawah basis crania dan di depan vertebrae cervicalis I dan II. Nasofaring membuka bagian depan ke dalam cavum nasi dan ke bawah ke dalam orofaring. Tuba eusthacius membuka ke dalam didnding lateralnya pada setiap sisi. Pharyngeal tonsil (tonsil nasofaring) adalah bantalan jaringan limfe pada dinding posteriosuperior nasofaring.
Orofaring Merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah). Orofaring adalah gabungan sistem respirasi dan pencernaan , makanan masuk dari mulut dan udara masuk dari nasofaring dan paru. – Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)
Laringofaring merupakan bagian dari faring yang terletak tepat di belakang laring, dan dengan ujung atas esofagus.
3)   Laring (tenggorok)
Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup laring. Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecil, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus.Cartilago/tulang rawan pada laring ada 5 buah, terdiri dari sebagai berikut:
 Cartilago thyroidea 1 buah di depan jakun (Adam’s apple) dan sangat jelas terlihat pada pria. Berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun. Ujung batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat berartikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea.
Cartilago epiglottis 1 buah. Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.
Cartilago cricoidea 1 buah yang berbentuk cincin. Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi. Membrana cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I.
Cartilago arytenoidea 2 buah yang berbentuk beker. Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan.
Laring dilapisi oleh selaput lender, kecuali pita suara dan bagian epiglottis yang dilapisi oleh sel epithelium berlapis.

b.   Saluran Nafas Bagian Bawah
1)   Trachea atau Batang tenggorok
Merupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. Trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan di belakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
2)   Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis, sebelurn dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).
Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru, yaitu alveolus.
3)   Paru-Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri atas kecil gelembung-gelembung (alveoli). Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru dibagi menjadi dua bagian, yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus (lobus pulmo dekstra superior, lobus pulmo dekstra media, lobus pulmo dekstra inferior) dan paru-paru kiri yang terdiri dari 2 lobus (lobus sinistra superior dan lobus sinistra inferior).
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil yang bernama segmen. Paru-paru kiri memiliki 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior dan lima lobus inferior. Paru-paru kiri juga memiliki 10 segmen, yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Letak paru-paru di rongga dada datarnya menghadap ke tengah rongga dada / kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung.
Paru-paru dibungkus oleh selapus tipis yang pernama pleura. Pleura dibagi menjadi dua yaitu pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru dan pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua lapisan ini terdapat rongga kavum yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum / hampa udara.
Suplai Darah Setiap arteria pulmonalis, membawa darah deoksigenasi dari ventrikel kanan jantung, memecah bersama dengan setiap bronkus menjadi cabang-cabang untuk lobus, segmen dan lobules. Cabang-cabang terminal berakhir dalam sebuah jaringan kapiler pada permukaan setiap alveolus. Jaringan kapiler ini mengalir ke dalam vena yang secara progresif makin besar, yang akhirnya membentuk vena pulmonalis, dua pada setiap sisi, yang dilalui oleh darah yang teroksigenasi ke dalam atrium kiri jantung. Artheria bronchiale yang lebih kecil dari aorta menyuplai jaringan paru dengan darah yang teoksigenasi.

B.  Fisiologi Sistem Pernafasan Respirasi
Dibagi menjadi dua bagian ,yaitu respirasi eksternal dimana proses pertukaran O2 dan CO2 ke dan dari paru ke dalam O2 masuk ke dalam darah dan CO2 + H2O masuk ke paru paru darah. kemudian dikeluarkan dari tubuh dan respirsai internal/respirasi sel dimana proses pertukaran O2 & CO2 di tingkat sel biokimiawi untuk proses kehidupan. Proses pernafasan terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai berikut
a.    Ventilasi pulmonal
Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir dan alveoli paru yang terjadi melalui proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi) sehingga terjadi disfusi gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveoli dan kapiler pulmonal serta ransport O2 & CO2 melalui darah dan dari sel jaringan. Mekanik pernafasan Masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam paru-paru dimungkinkan olen peristiwa mekanik pernafasan yaitu inspirasi dan ekspirasi.
Inspirasi (inhalasi) adalah masuknya O2 dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas. Dalam inspirasi pernafasan perut, otot difragma akan berkontraksi dan kubah difragma turun (posisi diafragma datar), selanjutnya ruang otot intercostalis externa menarik dinding dada agak keluar, sehingga volume paru-paru membesar, tekanan dalam paru-paru akan menurun dan lebih rendah dari lingkungan luar sehingga udara dari luar akan masuk ke dalam paru-paru.
Ekspirasi (exhalasi) adalah keluarnya CO2 dari paru ke atmosfir melalui jalan nafas. Apabila terjadi pernafasan perut, otot difragma naik kembali ke posisi semula (melengkung) dan muskulus intercotalis interna relaksasi. Akibatnya tekanan dan ruang didalam dada mengecil sehingga dinding dada masuk ke dalam udara keluar dari paru-paru karena tekanan paru-paru meningkat.
Ventilasi Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli. Selama ekspirasi sebaliknya yaitu udara keluar dari paru-paru. Udara yg masuk ke dalam alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu sama dengan tubuh.
Difusi Yaitu proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada pertemuan udara dengan darah. Tempat difusi yg ideal yaitu di membran alveolar-kapilar karena permukaannya luas dan tipis. Pertukaran gas antara alveoli dan darah terjadi secara difusi. Tekanan parsial O2 (PaO+) dalam alveolus lebih tinggi dari pada dalam darah O2 dari alveolus ke dalam darah. Sebaliknya (PaCO2) darah > (PaCO2) alveolus sehingga perpindahan gas tergantung pada luas permukaan dan ketebalan dinding alveolus. Transportasi gas dalam darah O2 perlu ditrasport dari paru-paru ke jaringan dan CO2 harus ditransport kembali dari jaringan ke paru-paru. Beberapa faktor yg mempengaruhi dari paru ke jaringan , yaitu:
1)   Cardiac out put.
2)   Jumlah eritrosit.
3)   Exercise
4)   Hematokrot darah akan meningkatkan vikositas darah mengurangi    transport O2 menurunkan CO.
b.      Perfusi pulmonal
         Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2 diangkut dalam darah membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin darah natrium (98,5%) sedangkan dalam eritrosit bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O2 yg larut dlm plasma (1,5%). CO2 dalam ditrasportasikan sebagai bikarbonat, alam eritosit sebagai bikarbonat, dalam plasma sebagai kalium bikarbonat , dalam larutan bergabung dengan Hb dan protein plasma. C02 larut dalam plasma sebesar 5 – 7 %, HbNHCO3 Carbamoni Hb (carbamate) sebesar 15 – 20 % , Hb + CO2 HbC0 bikarbonat sebesar 60 – 80%.
         Pengukuran volume paru Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme ventilasi disebut volume paru dan kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi:
1.    Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernafas.
2.    Volume cadangan inspirasi (IRV) , yaitu volume udara maksimal yg dapat dihirup setelah inhalasi normal.
3.    Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat dihembuskan dengan kuat setelah exhalasi normal.
4.    Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah ekhalasi maksimal.

C.    DEFINISI BRONKITIS
Bronkhitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronkhitis dapat bersifat akut maupun kronis ( Irman Somantri, 2009 ).
Bronkhitis adalah suatu peradangan bronkioli, bronkhus, dan trakea oleh berbagai sebab. Bronkhitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus, respiratory syncitial virus (RSV), Virus influenza, virus parainfluenza, dan coxsackie virus ( Arif Muttaqin, 2008).
Bronkhitis merupakan inflamasi bronkus pada saluran napas bawah. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau pajanan iritan yang terhirup   ( Brunner & Suddarth, 2002).
                       
D.    KLASIFIKASI
Bonkhitis diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1.      Bronkhitis kronis adalah hipertrofi kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan jumlah sel goblet dengan infiltrasi sel-sel radang dan edema mukosa bronkus. Pembentukan mucus yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronis yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronkeolus yang kecil sedemikian rupa sehingga bronkeolus tersebut rusak dan dindingnya melebar ( Price & Wilson, 1995).
2.      Bronkhitis akut merupakan imflamasi bronkus pada saluran napas bawah penyakit ini disebabkan oleh bakteri dan virus. Bronkhitis akut dapat sembuh sendiri dan berlangsung dalam waktu singkat. Penyakit ini harus dibedakan dengan bronkhitis kronis yang biasanya berkaitan dengan penyakit paru obstruktif kronik( Brunner & Suddarth, 2010).
3.       Bronkhitis akut kondisi umum yang disebabkan oleh inveksi dan inhalan yang mengakibatkan inflamasi lapisan mukosa percabangan trakeobronkial.
( Arif Mutaqin, 2000).
4.       Bronkhitis kronisinflamasi bronkus terus menerus dan peningkatan progesif pada batuk produktif dan dispnea yang tidak dapat dihubungkan dengan penyebab spesifik yang mengalami batuk produktif sepanjang hari selama sedikitnya 3 bulan berturut-turut.
( Prince & Wilson, 2000).

E.     ETIOLOGI
Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronkhitis, Yaitu  rokok, infeksi dan polusi. Selain   itu terdapat pula hubungannya dengan faktor keturunan dan status social.
1.       Rokok
Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasi kelenjar mucus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernapasan juga dapat menyebabkan bronkotriksi akut
2.      Infeksi
Eksasebasi bronkhitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
3.       Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai factor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia dapat juga menyebabkan bronkhitis adalah zat-zat pereduksi O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid,ozon.
4.      Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah factor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defesiensi alfa -1- antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
5.       Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronkhitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih buruk ( Arif Mutaqin, 2008 ).

F.     PATOFISIOLOGI
 Virus dan bakteri biasa masuk melalui port d’entrée mulut dan hidung “dropplet infection” yang selanjutnya akan menimbulkan viremia/bakteremia dan gejala atau reaksi tubuh untuk melakukan perlawanan. Infeksi kronis atau iritasi bronkhus dapat menyebabkan bronkhitis. Kelenjar sekresi mukosa dari pohon trekeobronkhial menebal dan mengganggu diameter lumen jalan nafas.
Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat, bronkiolus menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing, termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.


G.    EPIDEMOLOGI
Menurut Robert L. Wilkins dan James B. Dexter dalam buku Respiratory Diseases:Principles of Patient Care bronkitis kronis adalah salah satu penyakit paru dimana pasienmemiliki batuk produktif kronik yang berhubungan dengan inflamasi bronchus. Untukmembuat diagnosis, para ahli menyatakan bahwa jangka waktu kronik pada penyakit iniadalah selama batuk produktif muncul, minimal selama tiga bulan setahun dan pada duatahun berturut-turut. Sebelum diketahui menderita Bronkitis kronis, pada awalnya pasienyang mengalami batuk produktif yang panjang biasanya terdiagnosis oleh dokter mengalami tuberculosis, kanker paru, dan congestive heart failure. Bronkitis kronik sering disamakan dengan emfisema, padahal keduanya berbeda.Kedua penyakit ini sering ditemukan pada penderita Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM). PPOM merupakan penyebab kematian keempat di Amerika Serikat. Diperkirakan12 juta orang Amerika menderita bronkitis kronik dan atau emfisema (National Heart, Lung,and Blood Institute, 1986). Sedangkan  American Thoracic Society  dalam buku Standards for the diagnosis and care of patients with chronic obstructive pulmonary disease tahun 1995,sekitar 10 juta orang Amerika menderita PPOM, dan menyebabkan 40.000 kematian setiaptahun. Sedangkan Tjandra Yoga Aditama dosen FK UI, dalam Cermin Dunia Kedokteran No.84 tahun 1993 menyatakan bahwa di Indonesia penyakit asma, bronkitis dan emfise mamerupakan penyebab kematian ke 10. Bronkitis, asma dan penyakit saluran napas lainmenduduki peringkat ke lima dalam pola morbiditas di negara kita. PPOM menyerang priadua kali lebih banyak daripada wanita, diperkirakan karena pria merupakan perokok yanglebih berat dibandingkan wanita, tetapi insidensnya pada wanita semakin meningkat danstabil pada pria (Price, 1992). Untuk Bronkitis kronis, jumlah orang dewasa yang terdiagnosa kronik Bronkitis pada tahun 2007 di Amerika Serikat adalah 7,6 juta orang.Dampak yang timbul akibat menderita penyakit bronkitis kronis adalah infeksi saluran napas yang berat dan sering, penyempitan dan penyumbatan bronchus, sulitbernafas, disability , hingga kematian. Kebiasaan merokok merupakan faktor penting yangberkontribusi menyebabkan bronkitis kronik .
Menurut American Academy of Family Physian, lebih dari 90 persen pasien bronkitis kronis memiliki riwayat pernah menjadi Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI 3perokok. Tetapi terdapat faktor lain yang sedikit kontribusinya menyebabkan bronkitiskronik yaitu infeksi virus atau bakteri, polusi udara (ozon dan nitrogen dioksida/NO2 ), terpajan iritan di tempat kerja, dan lain-lain. Iritan-iritan yang dapat menyebabkan penyakitini diantaranya uap logam ( fume) dari bahan-bahan kimia seperti sulfur dioksida (SO2),hidrogen sulfida (H2S), bromin (Br), amonia (NH3), asam kuat, beberapa organic solvent , danklorin (Cl). Debu juga dapat menyebabkan bronkitis kronis, seperti debu batu bara ataudebu pertanian(www.pdrhealth.com).

H.    MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronchitis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya, dan ada tidaknya komplikasi lanjut. Ciri khas pada penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya haemaptoe dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis dapat demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan (Irman somantri, 2012 ).   
Bronchitis yang mengenai bronkus pada lobis atas sering dan memberikan gejala dgn keluhan –keluhan :
1.      Batuk
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian (Irman somantri, 2012):
a.       Lapisan teratas agak keruh
b.      Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva ( ludah )
c.       Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak ( celluler debris ).
2.      Haemaptoe
Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus bronchitis, kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah ( pecah ) dan timbul perdarahan. Perdarahan yang timbul bervariasi mulai dari yang paling ringan ( streaks of blood ) sampai perdarahan yang cukup banyak ( massif ) yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri broncialis ( daerah berasal dari peredaran darah sistemik).
Pada dry bronchitis ( bronchitis kering ), haemaptoe justru gejala satu-satunya karena bronchitis jenis ini letaknya dilobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk., pasien tanpa batuk atau batukya minimal. Pada tuberculosis paru, bronchitis ( sekunder ) ini merupakan penyebab utama komplikasi haemaptoe(Irman somantri, 2012).
3.      Sesak nafas ( dispnue )
Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus ) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang terjadi dan seberapa jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang ( ISPA ), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak nafas. Kadang ditemukan juga suara mengi ( wheezing ), akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya (Irman somantri, 2012).
4.      Demam berulang
Bronchitis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam demam berulang (Irman somantri, 2012).
5.      kelainan fisis
Tanda-tanda umum yang ditemukan meliputi sianosis, jari tubuh, manifestasi klinis komplikasi bronchitis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tanda-tanda korpulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Ditemukan ronchi basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waku kewaktu atau ronci basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural atau timbul lagi diwaktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut : terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi penggeseran medistenum kedaerah paru yang terkena. Bila terjadi komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering ditemukan apa bila terjadi obstruksi bronkus (Irman somantri, 2012).
6.      Bronchitis
Kelainan ini merupakan klasifikasi kelenjar limfe yang biasanya merupakan gejala sisa komleks primer tuberculosis paru primer. Kelainan ini bukan merupakan tanda klinis bronchitis, kelainan ini sering menimbulkan erosi bronkus didekatnya dan dapat masuk kedalam bronkus menimbulkan sumbatan dan infeksi, selanjutnya terjadilah bronchitis. Erosi dinding bronkus oleh bronkolit tadi dapat mengenai pembuluh darah dan dapat merupakan penyebab timbulnya hemaptoe hebat(Irman somantri, 2012).
7.      kelainan laboratorium
Pada keadaan lanjut dan mulai sudah ada insufisiensi paru dapat ditemukan polisitemia sekunder. Bila penyakitnya ringan gambaran darahnya normal. Seing ditemukan anemia, yang menunjukan adanya infeksi kronik, atau ditemukan leukositosis yang menunjukan adanya infeksi supuratif. Urin umumnya normal kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan ditemukan proteiuria. Pemeriksaan kultur sputum dan uji sensivitas terhadap antibiotic, perlu dilakukan bila ada kecurigaan adanya infeksi sekunder (Irman somantri, 2012).
8.      Kelainan radiologis.
Gambaran foto dada ( plain film ) yang khas menunjukan adanya kista-kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon pada daerah yang terkena, ditemukan juga bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps. Gambaran bronchitis akan jelas pada bronkogram (Irman somantri, 2012).


9.      Kelainan faal paru.
Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital ( KV ) dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama ( FEV1 ), terdapat tendensi penurunan, karena terjadinya obstruksi airan udara pernafasan. Dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan PaO2 ini menunjukan abnormalitas regional ( maupun difus ) distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi paru (Irman somantri, 2012).
10.  Tingkat beratnya penyakit.
a.       Bronchitis ringan
Ciri klinis : batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam, ada haemaptoe ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru norma, foto dada normal.
b.      Bronchitis sedang
Ciri klinis : batuk produktif terjadi setiap saa, sputum timbul setiap saat, ( umumnya warna hijau dan jarang mukoid, dan bau mulut meyengat ), adanya haemaptoe, umumnya pasien masih Nampak sehat dan fungsi paru normal. Pada pemeriksaan paru sering ditemukannya ronchi basah kasar pada daerah paru yag terkena, gmbaran foto dada masih terlihat normal.
c.       Bronchitis berat
 Ciri klinis : batuk produktif dengan sputum banyak, berwarna kotor dan berbau. Sering ditemukannya pneumonia dengan haemaptoe dan nyeri pleura. Bila ada obstruksi nafas akan ditemukan adany dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumny pasien mempunyai keadaan umum kurang baik, sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata , pasien mudah timbul pneumonia, septikemi, abses metastasis, amiloidosis.
Pada gambaran foto dada ditemukan kelianan : bronkovascular marking, multiple cysts containing fluid levels. Dan pada pemeriksaan fisis ditemukan ronchi basah kasar pada daerah yang terkena (Arif mutaqin, 2012).





I.       PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Sinar X dada
Hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda viskularisasi (emfisema), peningkatan bronkovaskuler (bronchitis).
2.      Tes fungsi paru
Untuk menentukan penyebab dispnea, menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau retruksi, dan untuk mengevaluasi efek terapi.
3.      Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema
4.      Volume residues : meningkat pada emfisema, bronchitis kronis, dan asma.
5.      GDA
PaO2 menurun, PaCO2  normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema), dan menurun pada asma, pH normal atau asidosis, alakalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi.
6.      Bronkogram
Menunjukan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps bronchial pada ekspirasi kuat (emfisema), pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronchitis.
7.      Kimia darah : menyakinkan defisiensi dan diagnose emfisema primer
8.      Sputum: menentukan adanya infeksi, pathogen, gangguan alergi.
9.      EKG
Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat), disritmiaatrial (bronchitis), peninggian gelombang P pada lead II,III, AVF (bronchitis, emfisema), aksis vertikel QRS (emfisema)
10.  JDL (jumlah darah lengkap) dan diferensialHemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil asma ( Santa manurung, 2009) .

J.      KOMPLIKASI
Komplikasi dari bronchitis menurut Irman somantri, (2009) adalah:
1.      Bronchitis akut akan menjadi bronchitis kronis
      Karena bronchitis akut merupakan terjadinya suatu penyakit bronchitis yang terjadi karena adanya kelainan dengan saluran bronkus sendiri sehingga dengan waktu yang singkat dapat menjadi bronchitis kronis yang bersifat menahun.

2.      Bronkiektaksis
Bronkiektasis merupakan penyakit yang menyebabkan saluran bronkus yang mengalami penebalan dan peradangan sehingga saluran udara dan mucus menjadi terhambat dan mengakibatkan dilatasi pelebaran yang disebut dengan penyakit bronkiektasis.

3.      Pneumonia
Pneumonia paru-paru basah disebabkan oleh adanya infeksi sehingga menyebabkan terjadi nya radang paru –paru

4.      Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kurangnya darah yang masuk dalam atrium dan ventrikel kiri.gagal jantung yang sering terjadi yaitu gagal jantung kiri.

Komplikasi dari bronkitis menurut mansjoer (2000:481) infeksi yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrositosis karena keadaan hipoksia, gagal nafas, dan corpulmonal. Komplikasi menurut smeltzer (2002:596) adalah :
1.      Gagal atau insufisiensi pernapasan
2.      Atelektasis
3.      Pneumonia
4.      Pneumotoraks
5.      Hipertensi paru

K. PENATALAKSANAAN
1.  Penatalaksanaan medis menurut ( Irman somantri, 2009) yaitu :
a.  Terapi oksigen : Beriakn nafas buatan atau ventilasi mekanik sesuai kebutuhan
b.  Fisioterapi dada
c.  Pengkajian seri GDA
d. Obat-obatan
e.  Bronkodilator
f.  Antibiotic
g.  Diuretic
h.  Kortikosteroid
i.  Vaksinasi influenza
j.  Kardiotonik
2.  Penatalaksanaan keperawatan
Tindakan keperawatan menurut dongoes yang penting pada pasien PPOM adalah fisioterapi dada, batuk efektif, latihan nafas dalam, memberikan posisi semifowler, cegah terjadinya polusi lingkungan, kaji tingkat ketergantungan pasien, mendiskusikan efek bahaya merokok dan menganjurkan pasien untuk menghindari rokok, tingkatkan masukan cairan sampai 3000ml/hari.
L. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA KLIEN BRONKITIS
1.    Pengkajian Secara Teoritis menurut doengoes (2000)
a.         Aktivitas/ Istirahat
Gejala : keletihan,kelelahan,malaise. Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas.ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi. Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda : Keletihan. Gelisah, insomnia. kelemahan umum/kehilangan massa otot.
b.         Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstermitas bawah.
Tanda : Peningkatan TD, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi vena leher (penyakit berat). Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung. Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada. Warna kulit/membrane mukosa: normal atau abu-abu/sianosis; kuku tabuh dan sianosis perifer. Pucat dapat menunjukan anemia.
c.         Integritas Ego
Gejala: peningkatan faktor risiko, Perubahan pola hidup
Tanda : ansietas, ketakutan, peka ransang
d.        Makanan/cairan
Gejala : mual/muntah. Nafsu makan buruk/anoreksia. Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan. Penurunan berat badan menetap, peningkatan berat badan menunjukan edema(bronchitis)
Tanda : Tugor kulit buruk. Edema dependen. Berkeringat. Penurunan berat badan, penurunan masa otot/lemak subkutanPalpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronchitis)

e.         higiene
Gejala : penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan         aktivitas sehari-hari
Tanda : kebersihan buruk, bau badan
f.          Pernafasan
Gejala : Napas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dipsnea)
Tanda :pernafasan biasanya cepat, fase ekspirasi memanjang dengan mendengkur, penggunaan otot bantu pernafasan, bunyi nafas rongki, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas.
g.         Keamanan
Gejala: riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap suatu zat, adanya atau  berulangnya infeksi.
h.         Interaksi social
Gejala: kurang sistem pendukung, kegagalan dukungan dari pasangan atau   orang terdekat, penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.
Tanda: ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distres  pernafasan, keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan anggota keluarga
i.           Pembelajaran/penyuluhan
Gejala : penggunanaan atau penyalah gunaan obat pernafasan, kesulitan menghentikan merokok, penggunaan alcohol, kegagalan untuk membaik.
Rencana pemulangan: bantuan dalam transportasi , kebutuhan perawatan diri, perawatan rumah atau mempertahankan tugas rumah



2.      Diagnosa Keperawatan Secara Teoritis
a.       Bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi secret
b.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
c.       Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
d.      Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi
e.       Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan
f.       Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya inflamasi parenkim.




RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

NO
    DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN
PERENCANAAN
INTERVENSI
RASIONAL
1.
a.       Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret

Klien tidak merasa sesak nafas dan sputum tidak ada
KH:
Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih atau jelas
Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas minsalnya :batuk efektif
1.     Kaji fungsi pernafasan, bunyi nafas,kecepatan irama.
2.     .kaji posisi nyaman untuk klien
3.     Ajar dan anjurkan klien untuk batuk efektif
4.     Pemberian mukolitik
Kolaborasi:
5 Berikan obat sesuai indikasi
Misalnya : aminofilin
             1.      Membantu adanya perubahan pola nafas
             2.      Dapat memperlancar sirkulasi pernafasan dalam tubuh
             3.      Mengajarkan batuk efektif agar pasien mandiri
             4.      Untuk menurunkan spasme jalan nafas
             5.      Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos
2.

a.         Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan  suplai oksigen

Setelah dilakukan tindakan keperawatan nilai AGD normal, kesadaran komposmentis
KH:
menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan AGD dalam rentang normal.

1.        Pertahankan posisi semi fowler
2.        Dorong klien untuk mengeluarkan sputum,pengispan lendir
3.        Palpitasi taktil fremitus
4.        Pemberian oksigen sesuai indikasi
kolaborasi
Kolaborasi:
5.      Berikan penekan SSP minsalnya: antiansietas
1.      Memperlancar sirkulasi pernafasan dalam tubuh
2.      Untuk membantu jalannya pernafasan
3.      Mengetahui bunyi nafas akibat mucus
4.      Dapat mencegah terjadinya hipoksia
5.      Digunakan untuk mengontrol ansietas yang meningkatkan konsumsi oksigen



3.
Hipertermi b/d proses inflamasi

Klien dapat mencapai suhu normal
KH:
Suhu tubuh normal (36,50C-37,50C)

1.      Berikan kompres hangat atau kompres dingin sesuai dengan persetujuan klien.
2.      Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat.
3.      Ganti pakaian atau alat tenun yang lembab atau basah karena keringat yang banyak.
4.      Berikan selimut yang tipis.
Kolaborasi:
5.      Berikan antidiueretik
1.      Kompres hangat membantu melebarkan pori-pori permukaan kulit sehingga mempercepat pengeluaran panas.
2.      Pakaian yang tipis tidak menghambat pengeluaran panas tubuh.
3.      Pakaian/alat tenun yang lembab/basah akan menimbulkan ketidaknyamanan pada klien.
4.      Selimut yang tebal akan menghambat pengeluaran panas tubuh.
5.      Dapat membantu menurunkan panas tubuh
Sumber : Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
s

Tidak ada komentar: