BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Sistem
pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas dan paru-paru
beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga
dada yang melindunginya. Di dalam rongga dada terdapat juga jantung di
dalamnya. Rongga dada dipisahkan dengan rongga perut oleh diafragma. Saluran nafas yang dilalui udara
adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan alveoli. Di
dalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian rupa dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli. Terdapat
juga suatu sistem pertahanan yang memungkinkan kotoran atau benda asing yang masuk dapat
dikeluarkan baik melalui batuk ataupun bersin (Sloane , 2004).
American Thoracic Society dalam buku Standards
for the diagnosis and care of patients with chronic obstructive pulmonary
disease tahun 1995,sekitar 10 juta orang Amerika menderita PPOM, dan
menyebabkan 40.000 kematian setiaptahun. Sedangkan Tjandra Yoga Aditama dosen
FK UI, dalam Cermin Dunia Kedokteran No.84 tahun 1993 menyatakan bahwa di Indonesia
penyakit asma, bronkitis dan emfisema merupakan penyebab kematian ke 10 (Puspitasari
,
2009).
Di Indonesia,
belum ada angka kesakitan Bronkitis kronis, kecuali di RS sentra-sentra
pendidikan. Sebagai perbandingan, di AS ( National Center for Health tatistics
) diperkirakan sekitar 4% dari populasi didiagnosa sebagai Bronkitis kronis.
Angka inipun diduga masih di bawah angka kesakitan yang sebenarnya
(underestimate) dikarenakan tidak terdiagnosanya Bronkitis kronis. Di
sisi lain dapat terjadi pula overdiagnosis Bronkitis kronis pada pasien-pasien
dengan batuk non spesifik yang self-limited (sembuh sendiri). Bronkitis kronis dapat dialami oleh
semua ras tanpa ada perbedaan. Frekuensi angka kesakitan Bronkitis kronis lebih
kerap terjadi pada pria dibanding wanita. Hanya saja hingga kini belum ada
angka perbandingan yang pasti. Usia penderita Bronkitis kronis lebih sering
dijumpai di atas 50 tahun
(suparyanto , 2010).
Menurut Robert L. Wilkins dan James B. Dexter dalam buku Respiratory
Diseases:Principles of Patient Care, bronkitis kronis adalah salah satu
penyakit paru dimana pasienmemiliki batuk produktif kronik yang berhubungan
dengan inflamasi bronchus. Untuk membuat diagnosis, para ahli menyatakan bahwa jangka waktu
kronik pada penyakit iniadalah selama batuk produktif muncul, minimal selama
tiga bulan setahun dan pada duatahun berturut-turut. Sebelum diketahui
menderita Bronkitis kronis, pada awalnya pasienyang mengalami batuk produktif
yang panjang biasanya terdiagnosis oleh dokter mengalamituberculosis, kanker
paru, dan congestive heart failure (Puspitasari
,
2009).
Bronkitis kronik sering disamakan dengan emfisema, padahal
keduanya berbeda.Kedua penyakit ini sering ditemukan pada penderita Penyakit
Paru Obstruktif Menahun(PPOM). PPOM
menyerang pria dua kali lebih banyak daripada wanita, diperkirakan karena pria
merupakan perokok yang lebih berat dibandingkan wanita, tetapi insidensnya pada
wanita semakin meningkat dan stabil pada pria (Price, 1992).
Untuk Bronkitis
kronis, jumlah orang dewasa yang terdiagnosa kronik Bronkitis pada tahun 2007
di Amerika Serikat adalah 7,6 juta orang. Dampak yang timbul akibat menderita penyakit bronkitis
kronis adalah infeksi saluran napas yang berat dan sering, penyempitan dan
penyumbatan bronchus, sulitbernafas , disability , hingga kematian.
Kebiasaan merokok merupakan faktor penting yang berkontribusi menyebabkan
bronkitis kronik (Puspitasari
,
2009).
Menurut American Academy of Family Physian lebih dari 90 persen pasien
bronkitis kronis memiliki riwayat pernah
menjadi perokok. Tetapi terdapat faktor lain yang sedikit kontribusinya
menyebabkan bronkitis kronik
yaitu infeksi virus atau bakteri, polusi udara (ozon dan nitrogen
dioksida/NO2), terpajan iritan di tempat kerja, dan
lain-lain. Iritan-iritan yang dapat menyebabkan penyakit ini diantaranya uap logam ( fume) dari bahan-bahan kimia seperti
sulfur dioksida (SO2), hidrogen
sulfida (H2S), bromin (Br), amonia (NH3), asam kuat, beberapaorganic
solvent , dan klorin
(Cl). Debu juga dapat menyebabkan bronkitis kronis, seperti debu batu bara (Puspitasari
,
2009).
Dari penjelasan
di atas memberikan gambaran bagi kita semua bahwa penyakit-penyakit Respirasi tidak hanya disebabkan
oleh merokok, polusi,
genetik, tetapi juga disebabkan karena penyakit infeksi. Penyakit-penyakit yang
didasari oleh virus dan bakteri.
Dari fenomena di
atas kelompok tertarik untuk membahas mengenai asuhan keperawatan pada TN A dengan bronkitis.
B.
Tujuan
Penulisan
1. Tujuan Umum
Secara umum tim penulis bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan
keperawatan klien dengan Bronkitis.
2.
Tujuan
Khusus
a. Pembaca
dapat mengetahui tentang konsep bronchitis
b. Mahasiswa
mampu melakukan pengkajian dengan masalah bronkitis
c. Mahasiswa
mampu membuat analisa data dengan masalah bronkitis
d. Mahasiswa
mampu membuat rencana keperawatan dengan masalah bronkitis
e. Mahasiswa
mampu melakukan implementasi masalah bronkitis
f. Mahasiswa
mampu melakukan evaluasi masalah bronkitis
g. Mahasiswa
mampu melakukan pendokumentasian masalah bronkitis
C.
Manfaat Penulisan
1. Institusi Pendidikan
Menambah
referensi sebagai bahan pengetahuan tambahan untuk semua mahasiswa STIKES HI
khususnya program studi ilmu keperawatan.
2. Mahasiswa
Untuk
menambah wawasan mahasiswa tentang konsep asuhan keperawatan pada penyakit bronkitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI
1. Pengertian
Respirasi
Respirasi adalah
pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel
dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan
dari tubuh melalui paru. Respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar
yang mengandung Oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung Karbondioksida
keluar dari tubuh ( Syaifuddin
, 2002
).
Sistem respirasi
adalah system organ yang berfungsi untuk mengambil O2 dari atmosfer ke dalam
sel-sel tubuh untuk mentranspor CO2 yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke
atmosfer. Organ-organ respiratorik juga berfungsi untuk produksi bicara dan
berperan dalam keseimbangan asam basa, pertahanan tubuh melawan benda asing,
dan pengatran hormonal tekanan darah.
Respirasi
adalah pertukaran gas antara individu dan lingkungan atau keseluruhan proses
pertukaran gas antara udara atmosfir dan darah serta antara darah dengan
sel-sel tubuh (Syaifuddin
, 2002).
2. Anatomi
Saluran Respirasi
Sistem
Respirasi dibedakan menjadi dua saluran yaitu, saluran nafas bagian atas dan
saluran nafas bagian bawah. Saluran nafas bagian atas terdiri dari: rongga
hidung, faring dan laring. Saluran nafas bagias bawah terdiri dari trakea,
bronkus, bronkiolus, dan paru-paru
.
a. Saluran Nafas Bagian Atas
1) Hidung
Hidung
atau naso adalah saluran pernafasan yang pertama. Ketika proses pernafasan berlangsung, udara yang diinspirasi
melalui rongga hidung akan menjalani tiga proses yaitu penyaringan (filtrasi),
penghangatan, dan pelembaban. Hidung terdiri atas bagian- bagian sebagai
berikut:
Bagian
luar dinding terdiri dari kulit. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan
tulang rawan. Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipat-lipat
yang dinamakan karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah yaitu:
konka nasalis inferior, konka nasalis media, dan konka nasalis superior.
Diantara
konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu: meatus superior, meatus
inferior dan meatus media. Meatus-meatus ini yang dilewati oleh udara
pernafasan sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak yang
disebut koana.
Dasar
rongga hidung dibentuk oleh rahang atas ke atas rongga hidung yaitu sinus
berhubungan dengan rongga yang disebut sinus paranasalis maksilaris pada rahang
atas, sinus frontalis pada tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang
baji, dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis.
Pada
sinus etmoidalis keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju ke konka
nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman, sel tersebut terutama
terdapat pada di bagian atas. Pada hidung di bagian mukosa terdapat serabut
saraf atau reseptor dari saraf penciuman (nervus olfaktorius).
Di
sebelah konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit terdapat
satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga pendengaran
tengah. Saluran ini disebut tuba auditiva eustachi yang menghubungkan telinga
tengah dengan faring dan laring. Hidung juga berhubungan dengan saluran air
mata atau tuba lakrimalis.
Rongga
hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular
yang disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi secara terus-menerus oleh sel-sel
goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke
nasofaring oleh gerakan silia.
2)
Faring
Merupakan
pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan
oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid.
Nasofaring
(terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius). Nasofaring terletak tepat di
belakang cavum nasi , di bawah basis crania dan di depan vertebrae cervicalis I
dan II. Nasofaring membuka bagian depan ke dalam cavum nasi dan ke bawah ke
dalam orofaring. Tuba eusthacius membuka ke dalam didnding lateralnya pada
setiap sisi. Pharyngeal tonsil (tonsil nasofaring) adalah bantalan jaringan
limfe pada dinding posteriosuperior nasofaring.
Orofaring
Merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah).
Orofaring adalah gabungan sistem respirasi dan pencernaan , makanan masuk dari
mulut dan udara masuk dari nasofaring dan paru. – Laringofaring(terjadi
persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)
Laringofaring
merupakan bagian dari faring yang terletak tepat di belakang laring, dan dengan
ujung atas esofagus.
3)
Laring
(tenggorok)
Saluran
udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang
disebut epiglotis, yang terdiri
dari tulang-tulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup
laring. Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot
kecil, dan didepan laringofaring
dan bagian atas esopagus.Cartilago/tulang rawan pada laring ada 5 buah, terdiri
dari sebagai berikut:
Cartilago thyroidea 1 buah di depan jakun
(Adam’s apple) dan sangat jelas terlihat pada pria. Berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai
jakun. Ujung batas posterior
diatas adalah cornu superior, penonjolan
tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih
kecil tempat berartikulasi
dengan bagian luar cartilago cricoidea.
Cartilago
epiglottis 1 buah. Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang
dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago
thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping
epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.
Cartilago
cricoidea 1 buah yang berbentuk cincin. Cartilago berbentuk cincin signet
dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago tyroidea,
dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea. Cornu
inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada
setiap sisi. Membrana cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan
cincin trachea I.
Cartilago
arytenoidea 2 buah yang berbentuk beker. Dua cartilago kecil berbentuk piramid
yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi
melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan.
Laring
dilapisi oleh selaput lender, kecuali pita suara dan bagian epiglottis yang
dilapisi oleh sel epithelium berlapis.
b.
Saluran
Nafas Bagian Bawah
1)
Trachea atau
Batang tenggorok
Merupakan
tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. Trachea
berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan di belakang manubrium sterni, berakhir
setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai
kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang
mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak-
lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan
fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu
juga membuat beberapa jaringan otot.
2)
Bronchus
Bronchus
yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus
itu berjalan ke bawah dan ke samping
ke arah tampuk paru. Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri,
sedikit lebih tinggi dari
arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri,
disebut bronckus lobus bawah.
Bronkus
kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah
arteri pulmonalis, sebelurn
dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri
bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus
segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya
semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran
udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).
Bronkhiolus
terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh
cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya
dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus
terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah
sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru, yaitu alveolus.
3)
Paru-Paru
Paru-paru
merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri atas kecil
gelembung-gelembung (alveoli). Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus
terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong
udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi
oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru,
asinus atau kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0
cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus
Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru
dibagi menjadi dua bagian, yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus
(lobus pulmo dekstra superior, lobus pulmo dekstra media, lobus pulmo dekstra
inferior) dan paru-paru kiri yang terdiri dari 2 lobus (lobus sinistra superior
dan lobus sinistra inferior).
Tiap-tiap
lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil yang bernama segmen. Paru-paru kiri
memiliki 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior dan lima lobus
inferior. Paru-paru kiri juga memiliki 10 segmen, yaitu 5 buah segmen pada
lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 segmen pada lobus
inferior. Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus.
Letak
paru-paru di rongga dada datarnya menghadap ke tengah rongga dada / kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada
mediastinum depan terletak jantung.
Paru-paru
dibungkus oleh selapus tipis yang pernama pleura. Pleura dibagi menjadi dua
yaitu pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang
langsung membungkus paru-paru dan pleura parietal yaitu selaput yang melapisi
rongga dada sebelah luar. Antara kedua lapisan ini terdapat rongga kavum yang
disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum / hampa
udara.
Suplai
Darah Setiap arteria pulmonalis, membawa darah deoksigenasi dari ventrikel
kanan jantung, memecah bersama dengan setiap bronkus menjadi cabang-cabang
untuk lobus, segmen dan lobules. Cabang-cabang terminal berakhir dalam sebuah
jaringan kapiler pada permukaan setiap alveolus. Jaringan kapiler ini mengalir
ke dalam vena yang secara progresif makin besar, yang akhirnya membentuk vena
pulmonalis, dua pada setiap sisi, yang dilalui oleh darah yang teroksigenasi ke
dalam atrium kiri jantung. Artheria bronchiale yang lebih kecil dari aorta
menyuplai jaringan paru dengan darah yang teoksigenasi.
B. Fisiologi
Sistem Pernafasan Respirasi
Dibagi
menjadi dua bagian
,yaitu respirasi eksternal dimana proses pertukaran O2 dan CO2 ke dan
dari paru ke dalam O2 masuk ke dalam darah dan CO2 + H2O masuk ke paru paru darah.
kemudian dikeluarkan dari tubuh dan respirsai internal/respirasi sel dimana
proses pertukaran O2 & CO2 di tingkat sel biokimiawi
untuk proses kehidupan. Proses pernafasan terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai
berikut
a. Ventilasi pulmonal
Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir dan alveoli
paru yang terjadi melalui proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi) sehingga
terjadi disfusi gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveoli dan kapiler
pulmonal serta ransport O2 & CO2 melalui darah dan dari sel jaringan. Mekanik pernafasan Masuk dan keluarnya
udara dari atmosfir ke dalam paru-paru dimungkinkan olen peristiwa mekanik
pernafasan yaitu inspirasi dan ekspirasi.
Inspirasi
(inhalasi) adalah masuknya O2 dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas. Dalam
inspirasi pernafasan perut, otot difragma akan berkontraksi dan kubah difragma
turun (posisi diafragma datar), selanjutnya ruang otot intercostalis externa
menarik dinding dada agak keluar, sehingga volume paru-paru membesar, tekanan
dalam paru-paru akan menurun dan lebih rendah dari lingkungan luar sehingga
udara dari luar akan masuk ke dalam paru-paru.
Ekspirasi
(exhalasi) adalah keluarnya CO2 dari paru ke atmosfir melalui jalan nafas.
Apabila terjadi pernafasan perut, otot difragma naik kembali ke posisi semula
(melengkung) dan muskulus intercotalis interna relaksasi. Akibatnya tekanan dan
ruang didalam dada mengecil sehingga dinding dada masuk ke dalam udara keluar
dari paru-paru karena tekanan paru-paru meningkat.
Ventilasi
Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli. Selama ekspirasi
sebaliknya yaitu udara keluar dari paru-paru. Udara yg masuk ke dalam alveoli
mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh dengan uap
air dan mempunyai suhu sama dengan tubuh.
Difusi
Yaitu proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada
pertemuan udara dengan darah. Tempat difusi yg ideal yaitu di membran
alveolar-kapilar karena permukaannya luas dan tipis. Pertukaran gas antara
alveoli dan darah terjadi secara difusi. Tekanan parsial O2 (PaO+) dalam alveolus lebih
tinggi dari pada dalam darah O2 dari alveolus ke dalam darah. Sebaliknya
(PaCO2) darah > (PaCO2) alveolus sehingga perpindahan gas tergantung pada
luas permukaan dan ketebalan dinding alveolus. Transportasi gas dalam darah O2
perlu ditrasport dari paru-paru ke jaringan dan CO2 harus ditransport kembali
dari jaringan ke paru-paru. Beberapa faktor yg mempengaruhi dari paru ke
jaringan , yaitu:
1)
Cardiac out put.
2)
Jumlah eritrosit.
3)
Exercise
4)
Hematokrot darah akan meningkatkan vikositas darah
mengurangi transport O2 menurunkan CO.
b. Perfusi pulmonal
Merupakan
aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2 diangkut dalam darah
membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin darah natrium (98,5%) sedangkan
dalam eritrosit bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O2 yg larut dlm plasma
(1,5%). CO2 dalam ditrasportasikan sebagai bikarbonat, alam eritosit sebagai
bikarbonat, dalam plasma sebagai kalium bikarbonat , dalam larutan bergabung
dengan Hb dan protein plasma. C02 larut dalam plasma sebesar 5 – 7 %, HbNHCO3
Carbamoni Hb (carbamate) sebesar 15 – 20 % , Hb + CO2 HbC0 bikarbonat sebesar
60 – 80%.
Pengukuran
volume paru Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme ventilasi disebut volume
paru dan kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi:
1.
Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan
dihembuskan setiap kali bernafas.
2.
Volume cadangan inspirasi (IRV) , yaitu volume udara
maksimal yg dapat dihirup setelah inhalasi normal.
3. Volume
Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat dihembuskan dengan
kuat setelah exhalasi normal.
4. Volume
residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah ekhalasi
maksimal.
C.
DEFINISI BRONKITIS
Bronkhitis
adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronkhitis dapat bersifat
akut maupun kronis ( Irman Somantri, 2009 ).
Bronkhitis
adalah suatu peradangan bronkioli, bronkhus, dan trakea oleh berbagai sebab.
Bronkhitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus,
respiratory syncitial virus (RSV), Virus influenza, virus parainfluenza, dan
coxsackie virus ( Arif Muttaqin, 2008).
Bronkhitis
merupakan inflamasi bronkus pada saluran napas bawah. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, atau pajanan iritan yang terhirup
( Brunner & Suddarth,
2002).
D.
KLASIFIKASI
Bonkhitis
diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1.
Bronkhitis
kronis adalah hipertrofi kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan jumlah sel
goblet dengan infiltrasi sel-sel radang dan edema mukosa bronkus. Pembentukan
mucus yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk
kronis yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi
bronkeolus yang kecil sedemikian rupa sehingga bronkeolus tersebut rusak dan
dindingnya melebar ( Price & Wilson, 1995).
2.
Bronkhitis
akut merupakan imflamasi bronkus pada saluran napas bawah penyakit ini disebabkan
oleh bakteri dan virus. Bronkhitis akut dapat sembuh sendiri dan berlangsung
dalam waktu singkat. Penyakit ini harus dibedakan dengan bronkhitis kronis yang
biasanya berkaitan dengan penyakit paru obstruktif kronik( Brunner &
Suddarth, 2010).
3. Bronkhitis akut kondisi umum yang disebabkan oleh inveksi
dan inhalan yang mengakibatkan
inflamasi lapisan mukosa percabangan trakeobronkial.
( Arif Mutaqin, 2000).
4. Bronkhitis kronisinflamasi bronkus terus menerus dan
peningkatan progesif pada batuk produktif dan dispnea yang tidak dapat
dihubungkan dengan penyebab spesifik yang mengalami batuk produktif sepanjang
hari selama sedikitnya 3 bulan berturut-turut.
( Prince & Wilson, 2000).
E.
ETIOLOGI
Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi timbulnya
bronkhitis, Yaitu rokok, infeksi dan
polusi. Selain itu terdapat pula hubungannya dengan faktor
keturunan dan status social.
1. Rokok
Secara
patologis rokok berhubungan dengan hiperplasi kelenjar mucus bronkus dan
metaplasia skuamus epitel saluran pernapasan juga dapat menyebabkan
bronkotriksi akut
2. Infeksi
Eksasebasi bronkhitis disangka
paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi
sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah hemophilus
influenza dan streptococcus pneumonie.
3. Polusi
Polusi tidak begitu besar
pengaruhnya sebagai factor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan
lebih tinggi. Zat-zat kimia dapat juga menyebabkan bronkhitis adalah zat-zat
pereduksi O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O,
hidrokarbon, aldehid,ozon.
4. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah
factor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defesiensi alfa
-1- antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan
secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang
sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan
paru.
5. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronkhitis ternyata
lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan
dan ekonomi yang lebih buruk ( Arif Mutaqin, 2008 ).
F. PATOFISIOLOGI
Virus dan bakteri biasa masuk melalui port
d’entrée mulut dan hidung “dropplet infection” yang selanjutnya akan
menimbulkan viremia/bakteremia dan gejala atau reaksi tubuh untuk melakukan
perlawanan. Infeksi kronis atau iritasi bronkhus dapat menyebabkan bronkhitis.
Kelenjar sekresi mukosa dari pohon trekeobronkhial menebal dan mengganggu
diameter lumen jalan nafas.
Asap mengiritasi
jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi
yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet
meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun, dan lebih banyak lendir yang
dihasilkan. Sebagai akibat, bronkiolus menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli
yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis,
mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang berperan penting dalam
menghancurkan partikel asing, termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih
rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi
sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada
waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan
mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.
G. EPIDEMOLOGI
Menurut
Robert L. Wilkins dan James B. Dexter dalam buku Respiratory
Diseases:Principles of Patient Care bronkitis kronis adalah salah satu penyakit
paru dimana pasienmemiliki batuk produktif kronik yang berhubungan dengan
inflamasi bronchus. Untukmembuat diagnosis, para ahli menyatakan bahwa jangka
waktu kronik pada penyakit iniadalah selama batuk produktif muncul, minimal
selama tiga bulan setahun dan pada duatahun berturut-turut. Sebelum diketahui
menderita Bronkitis kronis, pada awalnya pasienyang mengalami batuk produktif
yang panjang biasanya terdiagnosis oleh dokter mengalami tuberculosis, kanker
paru, dan congestive heart failure. Bronkitis kronik sering disamakan dengan
emfisema, padahal keduanya berbeda.Kedua penyakit ini sering ditemukan pada
penderita Penyakit Paru Obstruktif Menahun
(PPOM).
PPOM merupakan penyebab kematian keempat di Amerika Serikat. Diperkirakan12
juta orang Amerika menderita bronkitis kronik dan atau emfisema (National
Heart, Lung,and Blood Institute, 1986). Sedangkan American Thoracic
Society dalam buku Standards for the diagnosis and care of patients
with chronic obstructive pulmonary disease tahun 1995,sekitar 10 juta orang
Amerika menderita PPOM, dan menyebabkan 40.000 kematian setiaptahun. Sedangkan
Tjandra Yoga Aditama dosen FK UI, dalam Cermin Dunia Kedokteran No.84 tahun
1993 menyatakan bahwa di Indonesia penyakit asma, bronkitis dan emfise
mamerupakan penyebab kematian ke 10. Bronkitis, asma dan penyakit saluran napas
lainmenduduki peringkat ke lima dalam pola morbiditas di negara kita. PPOM
menyerang priadua kali lebih banyak daripada wanita, diperkirakan karena pria
merupakan perokok yanglebih berat dibandingkan wanita, tetapi insidensnya pada
wanita semakin meningkat danstabil pada pria (Price, 1992). Untuk Bronkitis
kronis, jumlah orang dewasa yang terdiagnosa kronik Bronkitis pada tahun 2007
di Amerika Serikat adalah 7,6 juta orang.Dampak yang timbul akibat menderita
penyakit bronkitis kronis adalah infeksi saluran napas yang berat dan sering,
penyempitan dan penyumbatan bronchus, sulitbernafas, disability , hingga
kematian. Kebiasaan merokok merupakan faktor penting yangberkontribusi
menyebabkan bronkitis kronik .
Menurut
American Academy of Family Physian, lebih dari 90 persen pasien bronkitis
kronis memiliki riwayat pernah menjadi Created By: Apriastuti Puspitasari,
Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI 3perokok. Tetapi terdapat faktor
lain yang sedikit kontribusinya menyebabkan bronkitiskronik yaitu infeksi virus
atau bakteri, polusi udara (ozon dan nitrogen dioksida/NO2 ), terpajan iritan
di tempat kerja, dan lain-lain. Iritan-iritan yang dapat menyebabkan
penyakitini diantaranya uap logam ( fume) dari bahan-bahan kimia seperti
sulfur dioksida (SO2),hidrogen sulfida (H2S), bromin (Br), amonia (NH3), asam
kuat, beberapa organic solvent , danklorin (Cl). Debu juga dapat
menyebabkan bronkitis kronis, seperti debu batu bara ataudebu pertanian(www.pdrhealth.com).
H. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda klinis yang timbul
pada pasien bronchitis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi
kelainannya, dan ada tidaknya komplikasi lanjut. Ciri khas pada penyakit ini
adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya haemaptoe dan
pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis dapat demikian hebat pada penyakit
yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan (Irman
somantri, 2012 ).
Bronchitis yang mengenai bronkus
pada lobis atas sering dan memberikan gejala dgn keluhan –keluhan :
1.
Batuk
Batuk pada
bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan
frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi,
umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi
tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid,
sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau
yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan
menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular
type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila
ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian (Irman
somantri, 2012):
a. Lapisan teratas agak keruh
b. Lapisan tengah jernih, terdiri atas
saliva ( ludah )
c. Lapisan terbawah keruh terdiri atas
nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak ( celluler debris ).
2.
Haemaptoe
Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus
bronchitis, kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus
mengenai pembuluh darah ( pecah ) dan timbul perdarahan. Perdarahan yang timbul
bervariasi mulai dari yang paling ringan ( streaks of blood ) sampai perdarahan
yang cukup banyak ( massif ) yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat
hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri broncialis ( daerah
berasal dari peredaran darah sistemik).
Pada dry bronchitis (
bronchitis kering ), haemaptoe justru gejala satu-satunya karena bronchitis
jenis ini letaknya dilobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah
menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk., pasien tanpa batuk atau batukya
minimal. Pada tuberculosis paru, bronchitis ( sekunder ) ini merupakan penyebab
utama komplikasi haemaptoe(Irman somantri, 2012).
3.
Sesak
nafas ( dispnue )
Pada sebagian besar pasien ( 50 %
kasus ) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas
tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang terjadi dan seberapa
jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat
infeksi berulang ( ISPA ), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema
yang menimbulkan sesak nafas. Kadang ditemukan juga suara mengi ( wheezing ),
akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau tersebar tergantung
pada distribusi kelainannya (Irman somantri, 2012).
4.
Demam
berulang
Bronchitis merupakan penyakit yang
berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada
paru, sehingga sering timbul demam demam berulang (Irman
somantri, 2012).
5.
kelainan
fisis
Tanda-tanda umum yang ditemukan
meliputi sianosis, jari tubuh, manifestasi klinis komplikasi bronchitis. Pada
kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tanda-tanda korpulmonal
kronik maupun payah jantung kanan. Ditemukan ronchi basah yang jelas pada lobus
bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waku kewaktu atau ronci
basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural atau timbul lagi
diwaktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas serta
kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut : terjadi retraksi
dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat
terjadi penggeseran medistenum kedaerah paru yang terkena. Bila terjadi
komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing
sering ditemukan apa bila terjadi obstruksi bronkus (Irman
somantri, 2012).
6.
Bronchitis
Kelainan ini merupakan klasifikasi kelenjar limfe yang biasanya merupakan gejala sisa
komleks primer tuberculosis paru primer. Kelainan ini bukan merupakan tanda
klinis bronchitis, kelainan ini sering menimbulkan erosi bronkus didekatnya dan
dapat masuk kedalam bronkus menimbulkan sumbatan dan infeksi, selanjutnya
terjadilah bronchitis. Erosi dinding bronkus oleh bronkolit tadi dapat mengenai
pembuluh darah dan dapat merupakan penyebab timbulnya hemaptoe hebat(Irman
somantri, 2012).
7.
kelainan
laboratorium
Pada keadaan lanjut dan mulai sudah
ada insufisiensi paru dapat ditemukan polisitemia sekunder. Bila penyakitnya
ringan gambaran darahnya normal. Seing ditemukan anemia, yang menunjukan adanya
infeksi kronik, atau ditemukan leukositosis yang menunjukan adanya infeksi
supuratif. Urin umumnya normal kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis
akan ditemukan proteiuria. Pemeriksaan kultur sputum dan uji sensivitas
terhadap antibiotic, perlu dilakukan bila ada kecurigaan adanya infeksi
sekunder (Irman somantri, 2012).
8. Kelainan radiologis.
Gambaran foto dada ( plain film
) yang khas menunjukan adanya kista-kista kecil dengan fluid level,
mirip seperti gambaran sarang tawon pada daerah yang terkena, ditemukan juga
bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps. Gambaran bronchitis akan jelas pada
bronkogram (Irman somantri, 2012).
9. Kelainan faal paru.
Pada penyakit yang lanjut dan difus,
kapasitas vital ( KV ) dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama
( FEV1 ), terdapat tendensi penurunan, karena terjadinya obstruksi airan udara
pernafasan. Dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan PaO2 ini
menunjukan abnormalitas regional ( maupun difus ) distribusi ventilasi, yang
berpengaruh pada perfusi paru (Irman somantri, 2012).
10. Tingkat beratnya penyakit.
a. Bronchitis ringan
Ciri klinis : batuk-batuk dan sputum
warna hijau hanya terjadi sesudah demam, ada haemaptoe ringan, pasien tampak
sehat dan fungsi paru norma, foto dada normal.
b. Bronchitis sedang
Ciri klinis : batuk produktif
terjadi setiap saa, sputum timbul setiap saat, ( umumnya warna hijau dan jarang
mukoid, dan bau mulut meyengat ), adanya haemaptoe, umumnya pasien masih Nampak
sehat dan fungsi paru normal. Pada pemeriksaan paru sering ditemukannya ronchi
basah kasar pada daerah paru yag terkena, gmbaran foto dada masih terlihat
normal.
c. Bronchitis berat
Ciri klinis : batuk produktif dengan sputum
banyak, berwarna kotor dan berbau. Sering ditemukannya pneumonia dengan
haemaptoe dan nyeri pleura. Bila ada obstruksi nafas akan ditemukan adany
dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumny pasien mempunyai keadaan
umum kurang baik, sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata ,
pasien mudah timbul pneumonia, septikemi, abses metastasis, amiloidosis.
Pada gambaran foto dada ditemukan
kelianan : bronkovascular marking, multiple cysts containing fluid levels. Dan
pada pemeriksaan fisis ditemukan ronchi basah kasar pada daerah yang terkena (Arif
mutaqin, 2012).
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Sinar X dada
Hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma,
peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda viskularisasi (emfisema),
peningkatan bronkovaskuler (bronchitis).
2.
Tes fungsi paru
Untuk
menentukan penyebab dispnea, menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi
atau retruksi, dan untuk mengevaluasi efek terapi.
3.
Kapasitas inspirasi : menurun pada
emfisema
4.
Volume residues : meningkat pada
emfisema, bronchitis kronis, dan asma.
5.
GDA
PaO2 menurun,
PaCO2 normal atau meningkat
(bronchitis kronis dan emfisema), dan menurun pada asma, pH normal atau
asidosis, alakalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi.
6.
Bronkogram
Menunjukan
dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps bronchial pada ekspirasi kuat
(emfisema), pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronchitis.
7.
Kimia darah : menyakinkan defisiensi
dan diagnose emfisema primer
8.
Sputum: menentukan adanya infeksi,
pathogen, gangguan alergi.
9.
EKG
Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma
berat), disritmiaatrial (bronchitis), peninggian gelombang P pada lead II,III,
AVF (bronchitis, emfisema), aksis vertikel QRS (emfisema)
10. JDL (jumlah darah lengkap) dan
diferensialHemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil asma ( Santa
manurung, 2009) .
J. KOMPLIKASI
Komplikasi dari bronchitis menurut Irman
somantri, (2009)
adalah:
1.
Bronchitis akut akan menjadi
bronchitis kronis
Karena
bronchitis akut merupakan terjadinya suatu penyakit bronchitis yang terjadi
karena adanya kelainan dengan saluran bronkus sendiri sehingga dengan waktu
yang singkat dapat menjadi bronchitis kronis yang bersifat menahun.
2.
Bronkiektaksis
Bronkiektasis
merupakan penyakit yang menyebabkan saluran bronkus yang mengalami penebalan
dan peradangan sehingga saluran udara dan mucus menjadi terhambat dan
mengakibatkan dilatasi pelebaran yang disebut dengan penyakit bronkiektasis.
3.
Pneumonia
Pneumonia
paru-paru basah disebabkan oleh adanya infeksi sehingga menyebabkan terjadi nya
radang paru –paru
4.
Gagal jantung kongestif
Hal ini
terjadi karena kurangnya darah yang masuk dalam atrium dan ventrikel kiri.gagal
jantung yang sering terjadi yaitu gagal jantung kiri.
Komplikasi
dari bronkitis menurut mansjoer (2000:481) infeksi yang berulang, pneumotoraks
spontan, eritrositosis karena keadaan hipoksia, gagal nafas, dan corpulmonal.
Komplikasi menurut smeltzer (2002:596) adalah :
1.
Gagal atau insufisiensi pernapasan
2.
Atelektasis
3.
Pneumonia
4.
Pneumotoraks
5.
Hipertensi paru
K.
PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan
medis menurut ( Irman somantri, 2009) yaitu :
a. Terapi
oksigen : Beriakn nafas buatan atau ventilasi mekanik sesuai kebutuhan
b. Fisioterapi
dada
c. Pengkajian
seri GDA
d. Obat-obatan
e. Bronkodilator
f. Antibiotic
g. Diuretic
h. Kortikosteroid
i. Vaksinasi
influenza
j.
Kardiotonik
2.
Penatalaksanaan keperawatan
Tindakan keperawatan menurut dongoes
yang penting pada pasien PPOM adalah fisioterapi dada, batuk efektif, latihan
nafas dalam, memberikan posisi semifowler, cegah terjadinya polusi lingkungan,
kaji tingkat ketergantungan pasien, mendiskusikan efek bahaya merokok dan
menganjurkan pasien untuk menghindari rokok, tingkatkan masukan cairan sampai
3000ml/hari.
L. ASUHAN
KEPERAWATAN TEORITIS PADA KLIEN BRONKITIS
1. Pengkajian
Secara Teoritis
menurut doengoes (2000)
a.
Aktivitas/ Istirahat
Gejala : keletihan,kelelahan,malaise. Ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas.ketidakmampuan untuk
tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi. Dispnea pada saat istirahat atau
respons terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda : Keletihan. Gelisah, insomnia. kelemahan
umum/kehilangan massa otot.
b.
Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstermitas bawah.
Tanda : Peningkatan TD, peningkatan frekuensi
jantung/takikardia berat, disritmia, distensi vena leher (penyakit berat). Edema
dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung. Bunyi jantung redup (yang
berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada. Warna kulit/membrane mukosa:
normal atau abu-abu/sianosis; kuku tabuh dan sianosis perifer. Pucat dapat
menunjukan anemia.
c.
Integritas Ego
Gejala: peningkatan faktor risiko, Perubahan pola hidup
Tanda : ansietas, ketakutan, peka ransang
d.
Makanan/cairan
Gejala : mual/muntah. Nafsu makan buruk/anoreksia. Ketidakmampuan
untuk makan karena distress pernapasan. Penurunan berat badan menetap,
peningkatan berat badan menunjukan edema(bronchitis)
Tanda : Tugor kulit buruk.
Edema dependen. Berkeringat. Penurunan berat badan,
penurunan masa otot/lemak subkutanPalpitasi abdominal dapat menyatakan
hepatomegali (bronchitis)
e.
higiene
Gejala : penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda : kebersihan buruk, bau badan
f.
Pernafasan
Gejala : Napas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dipsnea)
Tanda :pernafasan biasanya cepat, fase ekspirasi
memanjang dengan mendengkur, penggunaan otot bantu pernafasan, bunyi nafas
rongki, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan selama inspirasi berlanjut
sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas.
g.
Keamanan
Gejala: riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap suatu
zat, adanya atau berulangnya infeksi.
h.
Interaksi
social
Gejala: kurang
sistem pendukung, kegagalan dukungan dari pasangan atau orang terdekat, penyakit lama atau
ketidakmampuan membaik.
Tanda:
ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distres pernafasan, keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian
hubungan dengan anggota keluarga
i.
Pembelajaran/penyuluhan
Gejala : penggunanaan atau penyalah gunaan obat pernafasan,
kesulitan menghentikan merokok, penggunaan alcohol, kegagalan untuk membaik.
Rencana
pemulangan: bantuan dalam transportasi , kebutuhan perawatan diri, perawatan
rumah atau mempertahankan tugas rumah
2.
Diagnosa
Keperawatan Secara Teoritis
a. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi secret
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan
suplai oksigen
c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia
d. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses
inflamasi
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak
seimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan
f. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya
inflamasi parenkim.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
NO
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
TUJUAN
|
PERENCANAAN
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
|||
1.
|
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan peningkatan produksi sekret
|
Klien tidak merasa sesak nafas dan sputum tidak ada
KH:
Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas
bersih atau jelas
Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan
nafas minsalnya :batuk efektif
|
1. Kaji fungsi pernafasan, bunyi nafas,kecepatan irama.
2. .kaji posisi nyaman untuk klien
3. Ajar dan anjurkan klien untuk batuk efektif
4. Pemberian mukolitik
Kolaborasi:
5 Berikan obat sesuai indikasi
Misalnya : aminofilin
|
1.
Membantu adanya perubahan pola nafas
2.
Dapat memperlancar sirkulasi pernafasan dalam tubuh
3.
Mengajarkan batuk efektif agar pasien mandiri
4.
Untuk menurunkan spasme jalan nafas
5.
Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos
|
2.
|
a.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplai oksigen
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan nilai AGD normal,
kesadaran komposmentis
KH:
menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi
jaringan adekuat dengan AGD dalam rentang normal.
|
1.
Pertahankan posisi semi fowler
2.
Dorong klien untuk mengeluarkan sputum,pengispan lendir
3.
Palpitasi taktil fremitus
4.
Pemberian oksigen sesuai indikasi
kolaborasi
Kolaborasi:
5.
Berikan penekan SSP minsalnya: antiansietas
|
1. Memperlancar sirkulasi pernafasan dalam tubuh
2. Untuk membantu jalannya pernafasan
3. Mengetahui bunyi nafas akibat mucus
4. Dapat mencegah terjadinya hipoksia
5. Digunakan untuk mengontrol ansietas yang
meningkatkan konsumsi oksigen
|
3.
|
Hipertermi b/d proses inflamasi
|
Klien dapat
mencapai suhu normal
KH:
Suhu tubuh
normal (36,50C-37,50C)
|
1. Berikan
kompres hangat atau kompres dingin sesuai dengan persetujuan klien.
2. Anjurkan
klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat.
3. Ganti
pakaian atau alat tenun yang lembab atau basah karena keringat yang banyak.
4. Berikan
selimut yang tipis.
Kolaborasi:
5. Berikan
antidiueretik
|
1. Kompres
hangat membantu melebarkan pori-pori permukaan kulit sehingga mempercepat
pengeluaran panas.
2. Pakaian
yang tipis tidak menghambat pengeluaran panas tubuh.
3. Pakaian/alat
tenun yang lembab/basah akan menimbulkan ketidaknyamanan pada klien.
4. Selimut
yang tebal akan menghambat pengeluaran panas tubuh.
5. Dapat membantu menurunkan panas tubuh
|
Sumber
: Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta: EGC
s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar