Senin, 02 Desember 2013

filariasis


TUGAS  NOTULEN
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT LAZIM DI JAMBI
ASUHAN KEPERAWATAN FILARIASIS



STIKES
 









DISUSUN OLEH :
KELOMPOK IV
SEMESTER V A


1.    AHMAD TARMIZI
2.    BENI SATRIA
3.    ENDANG SITI
4.    LUQYANA ZULPA
5.    NINA HARDYANTI ( M )
6.    ROSA AYUKURNIA
7.    SRI RAHAYU
8.    SUPARTI ( N )
9.    VANESSA AYODYA
10. ZUPRODONI




PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
YAYASAN HARAPAN IBU JAMBI
TA 2012/2013


ASKEP FILARIASIS

A.     ANATOMI FISIOLOGI
1.      Anatomi Sistem Imun dan Hematologi
a.  Timus
Kelenjar timus terletak di belakang tulang dada. Pada masa anak-anak bentuknya sangat besar dan akan mengkerut menjadi seperempatnya dari bentuk aslinya pada masa puber. Kelenjar ini mengatur daya tahan tubuh terhadap penyakit. Pada orang dewasa sel T dibentuk dalam sumsum tulang akan tetapi proliferasi dan diferensiasi terjadi dalam kelenjar timus. 90-95% dari seluruh sel timus akan mati dan hanya 5-10% menjadi matang dan meninggalkan timus masuk kedalam sirkulasi darah. Hormon timosin dapat ditemukan dalam peredaran darah dan dapt berperan terhadap diferensiasi sel T di perifer
b.  Sumsum tulang
Didalam sumsum tulang semua sel darah berasal dari satu jenis sel yang disebut sel induk. Jika sel induk membelah yang pertama kali dibentuk adalah sel darah merah yang belun matang dan sel darah putih atau sel yang membentuk trombosit.. kemudian jika sel imatur membelah akan menjadi matang dan pada akhirnya menjadi sel darh merah, sel darah putih atau trombosit.
c.   Limpa
Unsur menakjubkan lainnya dari sistem pertahanan kita adalah limpa. Limpa terdiri dari dua bagian: pulp merah dan pulp putih. Limfosit yang baru dibuat di pulp putih mula-mula dipindahkan ke pulp merah, lalu mengikuti aliran darah. Kajian saksama mengenai tugas yang dilaksanakan organ berwarna merah tua di bagian atas abdomen ini menying-kapkan gambaran luar biasa. Fungsinya yang sangat sulit dan rumitlah yang membuatnya sangat menakjubkan.
d.  Nodus getah bening : limfa
Dalam tubuh manusia ada semacam angkatan kepolisian dan organisasi intel kepolisian yang tersebar di seluruh tubuh. Pada sistem ini terdapat juga kantor-kantor polisi dengan polisi penjaga, yang juga dapat menyiapkan polisi baru jika diperlukan. Sistem ini adalah sistem limfatik dan kantor-kantor polisi adalah nodus limfa. Polisi dalam sistem ini adalah limfosit.
e.  Pembuluh limfe
Darah yang meninggalkan jantung melalui arteri dan dikembalikan melalui vena dan sebagian meninggalkan sirkulasi dikembalikan melalui saluran limfe ke dalam ruang-ruang jarinagn. Susunan pembuluh limfe disebut juag susunan tengah karena merupakan saluran antara darah dan jaringan dimana terdapat zat-zat koloid.

Pembuluh limfe mempunyai dua batang saluran yang sama yaitu :
1.  Duktus torasikus atau duktus limfatikus sinistra. Duktus torasikus ini merupakan kumpulan pembuluh limfe yang berasal dari kepala kiri, leher kiri, dada sebelah kiri, bagian perut anggota gerak bagian bawah dan alat-alat dalam rongga perut.
2.  Duktus limfatikus dekstra, menerima limfe dari pembuluh limfe yang berasal dari kepala kanan, leher kanan, dada kanan dan lengan sebelah kanan yang bermuara pada vena kava subklavia dektra.
Fungsi pembuluh limfe adalah mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam sirkulasi darah. Menyaring dan menghancurkan mikroorganismedan menghasilkan antibodi.

2.      Fisiologi Sistem Imun dan Hematologi
a.  Gambaran Umum
Imunitas adalah kekebalan terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi. Imun sistem adalah semua hal yang berperan dalam proses imun seperti sel, protein, antibodi dan sitokin/kemokin.Fungsi utama sistem imun adalah pertahanan terhadap infeksi mikroba, walaupun substansi non infeksious juga dapat meningkatkan kerja sistem imun. Respon imun adalah proses pertahanan tubuh terhadap semua bahan asing, yang terdiri dari sistem imun non spesifik dan spesifik.
b.  Imunitas Non Spesifik
Imunitas non spesifik merupakan respon awal terhadap mikroba untuk mencegah,mengontrol dan mengeliminasi terjadinya infeksi pada host, merangsang terjadinya imunitas spesifik untuk mengoptimalkan efektifitas kerja dan Hanya bereaksi terhadap mikroba ,bahan bahan akibat kerusakan sel (heat shock protein) dan memberikan respon yang sama untuk infeksi yang berulang.

B.     DEFENISI
Filariasis adalah penyakit cacing yang disebabkan oleh cacing filaria. Filariasis disebut juga Elephantiasis ( kaki gajah ).
Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini dapat menimbulkan cacat seumur hidup berupa pembesaran tangan, kaki, payudara, dan buah zakar. Cacing filaria hidup di saluran dan kelenjar getah bening. Infeksi cacing filaria dapat menyebabkan gejala klinis akut dan atau kronik (Depkes RI, 2005).

C.    Epidemiologi Indonesia
Menurut Ditjen PP & PL Depkes RI ( 2009 ), Filariasis menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah provinsi yang melaporkan kasus filariasis terus bertambah. Bahkan di beberapa daerah mempunyai tingkat endemisitas yang cukup tinggi.
Berdasarkan laporan tahun 2009, tiga provinsi dengan jumlah kasus terbanyak filariasis adalah Nanggroe Aceh Darussalam (2.359 orang), Nusa Tenggara Timur (1.730 orang) dan Papua (1.158 orang). Tiga provinsi dengan kasus terendah adalah Bali (18 orang), Maluku Utara (27 orang), dan Sulawesi Utara (30 orang), dapat dilihat pada Gambar 2. Kejadian filariasis di NAD sangat menonjol bila dibandingkan dengan provinsi lain dan merupakan provinsi dengan jumlah kasus tertinggi di seluruh Indonesia. Hal ini memerlukan perhatian untuk ditindak lanjuti, dan dicari kemungkinan penyebabnya.
Berdasarkan laporan tahun 2009, tiga provinsi dengan jumlah kasus terbanyak filariasis adalah Nanggroe Aceh Darussalam (2.359 orang), Nusa Tenggara Timur (1.730 orang) dan Papua (1.158 orang). Tiga provinsi dengan kasus terendah adalah Bali (18 orang), Maluku Utara (27 orang), dan Sulawesi Utara (30 orang), dapat dilihat pada Gambar 2. Kejadian filariasis di NAD sangat menonjol bila dibandingkan dengan provinsi lain dan merupakan provinsi dengan jumlah kasus tertinggi di seluruh Indonesia. Hal ini memerlukan perhatian untuk ditindak lanjuti, dan dicari kemungkinan penyebabnya.
Menurut kabupaten, pada tahun 2009 tiga kabupaten dengan kasus terbanyak filariasis adalah Aceh Utara (1.353 kasus), Manokwari (667 kasus) dan Mappi (652 kasus) yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tampak perbedaan jumlah kasus yang cukup besar di kabupaten Aceh Utara dibandingkan dengan jumlah kasus pada kabupaten lainnya. Hal ini perlu menjadi perhatian dan dicari kemungkinan penyebabnya. Diketahui 87% kabupaten/kota mempunyai kasus klinis filariasis pada range 1-100 kasus, 5,9% kab/kota tidak memiliki kasus klinis filariasis, 5,2% pada range 101-200 kasus, 1,2% pada range 201-700 kasus dan 0,2% pada range >700 kasus.

D.    Epidemiologi di Jambi
Penelitian mengenai epidemiologi filariasis telah dilakukan di lima Desa di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi pada bulan April hingga Desember 2011. Penelitian ini bersifat observasi, dengan disain potong lintang. Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui epidemiologi penularan filariasis di Kecamatan Pemayung. Penelitian dilakukan dalam bentuk tiga kegiatan yaitu pengamatan parasit, pengamatan nyamuk dan kebiasaan masyarakat yang mendukung terjadinya penularan filariasis. Setelah dilakukan pengambilan darah sebanyak 3 kali (untuk seluruh Desa) diperoleh jumlah penduduk yang diperiksa sebanyak 538 orang. Jumlah yang positif mikrofilaria sebanyak 8 orang (Mf rate 1,5%) dengan kepadatan parasit antara 0,415-17,493 parasit darah dengan jenis Brugia malayi. Hasil pemeriksaan darah pada 12 ekor kucing milik penduduk serta dua ekor kera, ditemukan dua ekor kucing yang positif Brugia malayi di dalam darahnya.
Masih banyak masyarakat yang memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP) yang kurang baik dalam pencegahan penularan filariasis. Umumnya banyak masyarakat yang tidak memproteksi diri saat keluar rumah pada malam hari dan tidak meminum obat filariasis yang diberikan petugas sehingga berisiko tinggi untuk tertular filariasis



E.     Etiologi
Menurut sudoyo ( 2006 ), Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di saluran dan kelenjar getah bening. Anak cacing yang disebut mikrofilaria, hidup dalam darah. Mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari. Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu : Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori

F.     Patofisiologi
Menurut sudoyo ( 2006 ), perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembuluh getah bening akibat inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa, bukan oleh mikrofilaria. Cacing dewasa hidup di pembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah bening dan menyebabkan pelebaran pembuluh getah bening dan penebalan dinding pembuluh. Infiltrasi sel plasm, eosinofil, dan makrofag di dalam dan sekitar pembuluh getah bening yang mengalami inflamasi bersama dengan proliferasi sel endotel dan jaringan penunjang, menyebabkan berliku-likunya sistem limfatik dan kerusakan atau inkompetensi katup pembuluh getah bening.
Parasit memasuki sirkulasi saat nyamuk menghisap darah lalu parasit akan menuju pembuluh limfa dan nodus limfa. Di pembuluh limfa terjadi perubahan dari larva stadium 3 menjadi parasit dewasa. Cacing dewasa akan menghasilkan produk – produk yang akan menyebabkan dilatasi dari pembuluh limfa sehingga terjadi disfungsi katup yang berakibat aliran limfa retrograde. Akibat dari aliran retrograde tersebut maka akan terbentuk limfedema.
Perubahan larva stadium 3 menjadi parasit dewasa menyebabkan antigen parasit mengaktifkan sel T terutama sel Th2 sehingga melepaskan sitokin seperti IL 1, IL 6, TNF α. Sitokin  - sitokin ini akan menstimulasi sum- sum tulang sehingga terjadi eosinofilia yang berakibat meningkatnya mediator proinflamatori dan sitokin juga akan merangsang ekspansi sel B klonal dan meningkatkan produksi IgE. IgE yang terbentuk akan berikatan dengan parasit sehingga melepaskan mediator inflamasi sehingga timbul demam. Adanya eosinofilia dan meningkatnya mediator inflamasi maka akan menyebabkan reaksi granulomatosa untuk membunuh parasit dan terjadi kematian parasit. Parasit yang mati akan mengaktifkan reaksi inflam dan granulomatosa. Proses penyembuhan akan meninggalkan pembuluh limfe yang dilatasi, menebalnya dinding pembuluh limfe, fibrosis, dan kerusakan struktur. Hal ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan limfa ke interstisial yang akan menyebabkan perjalanan yang kronis.

G.    Klasifikasi
Menurut sudoyo ( 2006), Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai. Limfedema tungkai ini dapat dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu:
1.      Tingkat 1. Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel) bila tungkai diangkat.
2.      Tingkat 2. Pitting/ non pitting edema yang tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila tungkai diangkat.
3.      Tingkat 3. Edema non pitting, tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila tungkai diangkat, kulit menjadi tebal.
4.      Tingkat 4. Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit (elephantiasis).

H.    komplikasi
1.    cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena
2.    Elephantiasis tungkai
3.    Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis,vulva vagina dan payudara,
4.    Hidrokel (40-50% kasus),  adenolimfangitis pda saluran  limfe testis berulang:
pecahnya tunika vaginalisHidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antaralapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan  normal, cairan yang berada di dalam  rongga itu memang adadan berada dalam keseimbangan antara produksi dan  reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.
5.    Kiluria : kencing seperti susu
karena bocornya atau pecahnya saluran limfe oleh cacing dewasa yang menyebabkan masuknya cairan limfe ke dalam saluran kemih.



I.       Pathway / WOC



 










 






















J.      Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang terdapat pada penderita Filariasis meliputi gejala awal (akut) dan gejala lanjut (kronik). Gejala awal (akut) ditandaidengan demam berulang 1-2 kali atau lebih setiap bulan selama 3-4 hari apabila bekerja berat, timbul benjolan yang terasa panas dan nyeri pada lipat paha atau ketiak tanpa adanya luka di badan, dan teraba adanya tali urat seperti tali yang bewarna merah dan sakit mulai dari pangkal paha atau ketiak dan berjalan kearah ujung kaki atau tangan. Gejala lanjut (kronis) ditandai dengan pembesaran pada kaki, tangan, kantong buah zakar, payudara dan alat kelamin wanita sehingga menimbulkan cacat yang menetap (Depkes RI, 2005).
 Menurut  simtomatologi filariasis terbagi menjadi 2 yaitu :
1.  Stadium akut
Peradangan : limfangitis, funikulitis, epididimistis, setelah bekerja berat berlangsug 2 – 3 minggu disertai demam, sakit kepala, muntah, lesu, dan anoreksia
2.  Stadium menahun
Terjadi hidrokel, limfaedema, dan elephanthiasis

K.     Pemeriksaan diagnostik
Menurut sudoyo ( 2006 ), pemeriksaan diagnostik filariasis adalah
1.    Pemeriksaan darah lengkap
2.    Pemeriksaan USG Dopler skrotum pada pria dan payudara pada wanita memperlihatkan adanya cacing dewasa yang bergerak aktif di dalam pembuuh getah bening yang mengalami dilatasi
3.    Pemeriksaaan PCR untuk mendeteksi DNA W. Bancrofi sudah mulai dikembangkan.
4.    Tes ELISA dan ICT untuk memeriksa antigen W. Bancrofit yang bersirkulasi.
5.    Pemeriksaan serologi antibodi ( antibody subklas IgG4 ), digunakan untuk mendeteksi W. Bancrofit.





L.     Penatalaksanaan
Menurut sudoyo ( 2006 ), penatalaksanaan filariasis adalah
1.   Perawatan umum
a.  Istrahat ditempat tidur, pindah tempat kedaerah yang dingin akan megurangi derajat serangan akut.
b.  Antibiotik dapat diberikan untuk infeksi skunder dan abses
c.   Pengikatan didaerah pembendungan akan mengurangi edema
2.   Medis
Dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang ampuh, baik untuk filariasis bancrofti maupun brugia, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini ampuh, aman dan murah, tidak ada resistensi obat, tetapi memberikan reaksi samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara. Reaksi sistemik dengan atau tanpa demam, berupa sakit kepala, sakit pada berbagai bagian tubuh, persendian, pusing, anoreksia, kelemahan, hematuria transien, alergi, muntah dan serangan asma. Reaksi lokal dengan atau tanpa demam, berupa limfadenitis, abses, ulserasi, limfedema transien, hidrokel, funikulitis dan epididimitis. Reaksi samping sistemik terjadi beberapa jam setelah dosis pertama, hilang spontan setelah 2-5 hari dan lebih sering terjadi pada penderita mikrofilaremik.
Reaksi samping ditemukan lebih berat pada pengobatan filariasis brugia, sehingga dianjurkan untuk menurunkan dosis harian sampai dicapai dosis total standar, atau diberikan tiap minggu atau tiap bulan. Karena reaksi samping DEC sering menyebabkan penderita menghentikan pengobatan, maka diharapkan dapat dikembangkan penggunaan obat lain (seperti Ivermectin) yang tidak/kurang memberi efek samping sehingga lebih mudah diterima oleh penderita.
DEC tidak dapat dipakai untuk  khemoprofilaksis. Pengobatan diberikan peroral sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih. DEC tidak diberikan pada anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit berat atau dalam keadaan lemah.
Pada filariasis bancrofti, Dietilkarbamasin diberikan selama 12 hari sebanyak 6 mg/kg berat badan, sedangkan untuk filariasis brugia diberikan 5 mg/kg berat badan selama 10 hari. Pada occult filariasis dipakai dosis 5 mg/kg berat badan selama 2­3 minggu.
Pengobatan sangat baik hasilnya pada penderita dengan mikrofilaremia, gejala akut, limfedema, chyluria dan elephantiasis dini. Sering diperlukan pengobatan lebih dari 1 kali untuk mendapatkan penyembuhan sempurna. Elephantiasis dan hidrokel memerlukan penanganan ahli bedah.
Pengobatan  nonfarmako pada filariasis adalah istirahat di tempat tidur, pengikatan di daerah pembendungan untuk mengurangi edema, peninggian tungkai, perawatan kaki, pencucian dengan sabun dan air, ekstremitas digerakkan secara teratur untuk melancarkan aliran, menjaga kebersihan kuku, memakai alas kaki, mengobati luka kecil dengan krim antiseptik atau antibiotik, dekompresi bedah, dan terapi nutrisi rendah lemak, tinggi protein dan asupan cairan tinggi
Dalam pelaksanaan pemberantasan dengan pengobatan menggunakan DEC ada beberapa cara yaitu dosis standard, dosis bertahap dan dosis rendah. Dianjurkan Puskesmas menggunakan dosis rendah yang mampu menurunkan mf rate sampai < 1%. Pelaksanaan melalui peran serta masyarakat dengan prinsip dasa wisma. Penduduk dengan usia kurang dari 2 tahun, hamil, menyusui dan sakit berat ditunda pengobatannya. DEC diberikan setelah makan dan dalam keadaan istirahat.

M.    Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan Filariasis
Menurut Depkes RI (2005), tindakan pencegahan dan pemberantasan filariasis yang dapat dilakukan adalah:
1.      Melaporkan ke Puskesmas bila menemukan warga desa dengan pembesaran kaki, tangan, kantong buah zakar, atau payudara.
2.      Ikut serta dalam pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam hari oleh petugas kesehatan.
3.      Minum obat anti filariasis yang diberikan oleh petugas kesehatan.
4.      Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar bebas dari nyamuk penular.
5.      Menjaga diri dari gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan kelambu pada saat tidur.

N.    Kebijakan Program dan Strategi Pemberantasan Filariasis
Menyusul kesepakatan global pada tahun 1997, WHA yang menetapkan filariasis sebagai masalah kesehatan masyarakat dan diperkuat dengan keputusan WHO pada tahun 2000 untuk mengeliminasi fiariasis pada tahun 2020, Indonesia sepakat untuk melakukan program eliminasi filariasis yang dimulai pada tahun 2002. Berdasarkan surat edaran Menteri Kesehatan nomor 612/MENKES/VI/2004 maka kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia melaksanakan pemetaan eliminasi filariasis gobal, pengobatan massal daerah endemis filariasis, dan tata laksana penderita filariasis di semua daerah. Program pelaksaan kasus filariasis ditetapkan sebagai salah satu wewenang wajib pemerintah daerah sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor: 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan di Kabupaten/Kota. Kebijakan yang ditetapkan dalam program pemberantasan filariasis adalah:
1.      Eliminasi filariasis merupakan salah satu prioritas nasional dalam program pemberantasan penyakit menular.
2.      Melaksanakan eliminasi filariasis di Indonesia dengan menerapkan programeliminasi filariasis limfatik global dari WHO yaitu memutuskan rantai penularan filariasis dan mencegah serta membatasi kecacatan.
3.      Satuan lokasi pelaksanaan (implementation unit) eliminasi filariasis adalah Kabupaten/Kota.
4.      Mencegah penyebaran filariasis antar kabupaten, propinsi dan negara.
5.      Strategi yang dilakukan dalam mendukung kebijakan dalam program

pemeberantasan filariasis adalah:
1.   Memutuskan rantai penularan filariasis melalui pengobatan massal di daerah endemis filariasis.
2.   Mencegah dan membatasasi kecacatan melalui penatalaksanaan kasus klinis filariasis.
3.   Pengendalian vektor secara terpadu.
4.   Memperkuat kerjasama lintas batas daerah dan negara.
5.   Memperkuat survailans dan mengembangkan penelitian.


O.    ASUHAN KEPERAWATAN FILARIASIS
1.  Pengkajian
a.  Riwayat kesehatan
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Cacing filariasis menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk infektif yang mengandung larva stadium III. Gejala yang timbul berupa demam berulang-ulang 3-5 hari, demam ini dapat hilang pada saat istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat.
b.   Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas ( Perubahan TD, frekuensi jantung)
c.   Sirkulasi
Tanda : Perubahan TD, menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan pengisian kapiler.
d.  Integritas dan Ego 
Gejala : Stress berhubungan dengan perubahan fisik, mengkuatirkan penampilan, putus asa, dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah.
e.  Integumen 
Tanda : Kering, gatal, lesi, bernanah, bengkak, turgor jelek.
f.    Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, permeabilitas cairan
Tanda : Turgor kulit buruk, edema.
g.  Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
h.  Neurosensoris
Gejala : Pusing, perubahan status mental, kerusakan status indera peraba, kelemahan otot.
Tanda : Ansietas, refleks tidak normal.
i.    Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala.
Tanda : Bengkak, penurunan rentang gerak.
j.    Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, panas dan perih, luka, penyakit defisiensi imun, demam berulang, berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit, pelebaran kelenjar limfe.
k.   Seksualitas
Gejala : Menurunnya libido
Tanda : Pembengkakan daerah skrotalis
l.    Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian.
Tanda : Perubahan interaksi, harga diri rendah, menarik diri.
m. Pemeriksaan diagnostik
Menggunakan sediaan darah malam, diagnosis praktis juga dapat menggunakan ELISA dan rapid test dengan teknik imunokromatografik assay. Jika pasien sudah terdeteksi kuat telah mengalami filariasis limfatik, penggunaan USG Doppler diperlukan untuk mendeteksi pengerakan cacing dewasa di tali sperma pria atau kelenjer mammae wanita.

2.  Diagnosa keperawatan
a)        Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah bening
b)        Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
c)         Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik
d)        Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota tubuh
e)        Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada kulit




                                                       

KASUS PEMICU FILARIASIS


Tn. M umur 45 thn, bekerja sebagai petani, tinggal dibatangahari, dirawat di RS D dengan keluhan utama demam berulang-ulang selama 4 hari, demam hilang bila istirahat dan demam akan muncul lagi ketika bekerja berat. Klien mngatakan merasa nyeri, panas, sakit yang menjalar dari pangkal kaki kearah ujung kaki, dengan skala nyeri 7 dengan durasi kurang lebih 5 menit, nyeri terasa terulang-ulang, klien mengatakan sulit untuk mengerakan kakinya saat beraktivitas, dan klien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas sendiri.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 130/90 mmHg, N 110 x/mnt, RR 24x/mnt, S 38,50 C, akral teraba dingin, badan teraba hangat, klien tampak lemah, lemas, mukosa bibir klien tampak kering, kekuatan otot 2, tonus otot buruk, terdapat kekakuan sendi, kaki klien tampak besar sebelah, nyeri tekan (+), non piting edema (+), klien mengatakan panas dan sakit yang menjalar dari pangkal hingga ujung kaki. Klien tampak meringgis ketika berjalan, nyeri bertambah saat kaki klien bergerak. Hasil laboratorium Hb 10,8 gr/dl, leukosit 12.000/mm3, Ht 36,80%, trombosit 423.000/mm3, eosinofil 20%, basofil 4 %, netrofil batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit 1 %.
Dan hasil pemeriksaan darah jari ditemukan parasit M. Filaris yang inti tubuh berekor, ujung ekor runcing dan berinti serta tubuh transfaran.



A.     Pengkajian
Unit                      :RS. D                                    Tanggal masuk                    : 19 / 11 / 13
Ruang /kamar    : III/a                            Tanggal pengkajian            : 20 / 11 / 13
1.    Identitas klien
a.            Nama                         : Tn. M
b.            Umur                          : 45 tahun
c.             Jenis kelamin           : laki-laki                   
d.            Agama                       : islam
e.            Suku/bangsa                        : melayu
f.              Alamat                        : batanghari
2.    Data medik
Diagnosa medik
Saat masuk                                       : Filariasis
Saat pengkajian                               : Filariasis
3.    Alasan masuk rumah sakit
Klien masuk rumah sakit dengan keluhan demam berulang-ulang selama 4 hari, demam hilang bila istirahat dan demam akan muncul lagi ketika bekerja berat.
4.      Riwayat kesehatan saat ini : (PQRST)
Klien mengatakanmerasakan nyeri, panas, dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki kearah ujung kaki, Nyeri terasa berulang-ulang,  dengan skala nyeri 7 dengan durasi kurang lebih 5 menit.
demam berulang-ulang selama 4 hari, demam hilang bila istirahat dan demam akan muncul lagi ketika bekerja berat, akral teraba dingin, badan teraba hangat, mukosa bibir klien tampak kering
5.      Riwayat kesehatan masa lalu :
Klien belum pernah dirawat di RS, belum pernah di operasi, dan anggota keluarga klien tidak ada menderita penyakit seperti klien.
  1. Riwayat kesehatan keluarga
genogram
                       








 






Keterangan :
                        : laki-laki
                        : perempuan
                        : meninggal
                        : klien
:    tinggal serumah
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien, hubungan klien dengan keluarga lain baik, klien tinggal dengan suami dan anak.

7.    KEBIASAAN SEHARI-HARI
a.  Nutrisi - cairan
Keadaan sejak sakit : nafsu makan baik, frekuensi makan 3x/hari, jumlah makan yang masuk kurang dari satu porsi, klien minum air putih 8 gelas/hari (1500 cc).
b.  Eliminasi
Keadaaan sejak sakit : frekuensi BAB klien/24 jam 1 kali biasanya  pada pagi hari, warna feses kuning dengan konsitensi lunak. Sedangkan frekuensi BAK/24 jam 3-5 kali (1200 cc), dengan warna urine kuning serta bau yang khas.
c.   Aktivitas - latihan
Keadaan sejak sakit :aktivitas perawatan diri klien seperti makan, mandi, berpakaian, kerapian, BAB, BAK klien lakukan secara mandiri serta mobilisasi ditempat tidur dan ambulasi pun dilakukan sendiri, Namun demam akan muncul lagi ketika bekerja berat, nyeri klien akan bertambah saat kaki klien bergerak.
d.  Tidur dan istirahat
Keadaan sejak sakit : klien ada tidur siang kurang lebih sekitar 11/2 jam, tidur malam kurang lebih sekitar 7 jam, sebelum tidur kebiasaan klien sering nonton TV, ekspresi wajah mengantuk (-) , tampak menguap (-).
e.  Data psikologis
Klien menanggapi dengan ikhlas atas apa yang dideritanya, klien juga mampu mengkoping diri dengan stresor sekitar.
f.    Data sosial
Tempat tinggal klien di batanghari. Hubungan klien dengan keluarga / kerabat dan orang lain terjalin baik, Hubungan klien dengan dengan perawat terjalin baik dan Adat istiadat yang di anut melayu.
g.  Data spritual
Klien menganut agama islam, klien tampak memahami agamanya dan  klien sering berdoa untuk kesembuhannya.
8.    PEMERIKSAAN FISIK
a.  Keadaan umum   : K/U klien tampak sakit sedang.
b.  Tanda – tanda vital
Kesadaran klien  : Composmentis GCS 15 (E3 M6 V5), dengan : TD : 130/90 mmHg, RR : 24x/menit, S: 38,5ºC, N: 110x/menit.
c.   Antropometri
lingkaran tangan atas : 24 cm,  lipat kulit triceps: 18,5cm,  TB : 172 cm, BB : 61 kg, IMT : 20, 6 kg/m2
ket : IMT : BB/ (TB)2
d.  Kepala                              
Bentuk kepala simetris, warna rambut hitam, kulit kepala klien bersih, distribusi rambut tebal ,tidak ada lesi maupun benjolan, nyeri kepala (-).
e.  Mata                                  
Ketajaman penglihatan normal, alis mata simetris, bulu mata berwarna hitam, dan simetris, kelopak mata klien normal, isokor, sclera jernih/putih, konjungtiva anemis, palpebra berwarna normal, pandangan mata tampak jelas, mata klien tidak ada peradangan serta pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
f.    Hidung                 
Bentuk hidung mancung, struktur dalam hidung klien merah muda, infeksi  (-), perdarahan (-), fungsi penciuman klien baik.
g.  Mulut                                
Bentuk bibir simetris atas dan bawah, mukosa bibir klien tampak kering dan pucat, gigi klien bersih, fungsi mengunyah dan bicara klien baik, bau mulut klien khas, klien tidak menggunakan gigi palsu.
h.  Telinga                 
Struktur luar telinga klien: warna sama dengan warna kulit sekitar, tidak ada pembengkakan pada tulang mastoid. Struktur dalam: selumen ada, lesi tidak ada, fungsi pendengaran normal.
i.    Leher                                
Tidak adanya pembengkakan kelenjar getah bening, kelenjar tiroid normal, pergerakan leher normal, kaku kuduk (-), nyeri (-).


j.    Dada         
I         : bentuk dada simetris, tidak ada lesi, pasien tidak ada batuk dan terdapat penggunaan otot bantu pernafasan.
P       : Tidak teraba benjolan, krevitasi tidak ada, tactil fremitus klien normal
P       : Disaat perkusi sonor
A       : Suara nafas vesikuler
k.   Kardiovaskuler
I      : bentuk jantung simetris dan tidak ada lesi.
P     : Denyut nadi perifer teraba melemah, ictus kordis teraba.
P     : Perkusi terdapat bunyi pekak
A     : Bunyi jantung normal Lub Dub (tidak ada bunyi tambahan), biasanya S1 terdengar lebih keras dari pada S2, namun nada S1 lebih rendah sedangkan S2 tinggi. Jarak antara bunyi lub dan dub sekitar 1 detik / kurang.
l.    Abdomen
I       : Tidak terdapat lesi, dan perut pasien tidak membuncit.
A     : Bising usus normal ( 6 - 12 x /menit )
P     : Tidak teraba masa.
P     : Perkusi terdengar : Tympani
m. Muskuloskeletal
Tonus otot buruk, terdapat kekakuan sendi dan kekuatan otot 2 yaitu gerakan otot penuh melawan gravitasi, dengan topangan

                                    5555     5555
                                    2222     2222                                                                              
Ket :
0       : Paralisis sempurna.
1       : tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat dipalpasi atau dilihat.
2       : gerakan otot penuh melawan gravitasi, dengan topangan.
3       : gerakan yang normal melawan gravitasi.
4       : gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan gravitasi dan menahan tahanan minimal.
5       : kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan tahanan penuh.
n.  Keadaan neurologi
Kesadaran klien composmetis ( GCS 15 : E 4, V 5, M 6 ),
o.  Sensasi Terhadap Rangsang  
Sensasi klien terhadap suhu, raba dan nyeri normal.
p.  Kulit                                  
Warna kulit sawo matang, turgor jelek, kelembaban tidak lembab (kering), suhu kulit 38,50c, klien tampak pucat, keadaan kuku pendek, kebersihan kuku bersih.

9.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium : Tanggal 19 November 2013
Laboratorium Darah            :
-            White Blood Cell : 12.000mm³ ( 4000 – 11000 / 5000 – 10000 )
-            Trombosit           :432.000/ml³ (150.000–450.000/mm3 /150 – 300 103/mm3)
-            Hemoglobin       : 10,8 gr/% ( P : 14 - 18 gr dan W : 12 - 16 gr )
-            Hematoktit          : 36,80 % (37-47 % )
-            eosinofil              : 20% (1-3  )
-            basofil                 : 4% (0-1 )
-            netrofil batang   : 40% (2-6 )
-            netrofil segmen : 20% (50-70)
-            limfosit                :15% (20-40)
-            monosit               : 1% (2-8)
-            Dari pemeriksaan darah jari ditemukan Parasit  → Mikrofilaria : inti tubuh teratur,  ujung ekor uncinng, tidak berinti, dan seluruh tubuh transparan à W. bancrofti.







B.    ANALISA DATA
Nama      : Tn. M
Umur       : 45 tahun    
NO
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
1
Ds :
-        Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung kaki.
-        Klien mengatakan kaki nya besar sebelah (kanan)
-        Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak.
-        Klien mengatakan nyeri terasa berulang-ulang
Do :
-        Klien tampak meringis ketika berjalan.
-        Skala nyeri 7
-        nyeri tekan (+)
-        non pitting oedema (+)
-        N: 110 x/i,  RR 24x/i, TD 130/90 mmHg
-        Kaki klien tampak membesar sebelah (kanan)

Adanya Peradangan  pada kelenjar limfe

Nyeri
2
Ds:
-         Klien mengatakan demam berulang selama 4 hari
-         Demam hilang bila beristirahat dan muncul ketika kembali bekerja berat.
-         Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung kaki.
Do :
-         Suhu 38,5°c
-         TD 130/90 mmHg
-         Leukosit 12.000 mm3
-         Wajah klien tampak memerah
-         badan klien teraba hangat
-         akral teraba dingin
-         klien tampak lemah, lemes
-         mukosa bibir klien tampak kering
-         konjugtiva anemis

Adanya Inflamasi pada kelenjar getah bening

Peningkatan suhu tubuh
3






Ds :
-       Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke ujung kaki
-       Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak.
-       Klien mengeluh sulit mengerakan kaki yang besar sebelah
Do :
-       Kaki klien tampak besar sebelah (kanan)
-       Klien tampak susah berjalan.
-       Klien tampak meringis saat berjalan.
-       Kekuatan otot 2
-       Tonus otot buruk
-       Terdapat kekakuan sendi

Adanya pembengkakan pada kelenjar limfe di daerah tungkai (inguinal)

Gangguan mobilitas fisik
4
Ds :
-       klien mengatakan kakinya besar sebelah (kanan)
Do :
-       Hb 10,8 gr/dl, Leukosit 12.000 mm3, Ht: 36,80%, trombosit 432.000 mm3, Hitung jenis: eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit 1%.
-       Dari pemeriksaan darah jari ditemukan parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung ekor runcing dan tidak berinti dan selubung tubuh transparan.
-       kaki klien tampak besar sebelah

Pemajanan penularan melalui vektor

Resti penularan penyakit



C.    Diagnosa keperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan Adanya Peradangan  pada kelenjar limfe, yang ditandai dengan Ds : Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung kaki, Klien mengatakan kaki nya besar sebelah (kanan), Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak, dan Klien mengatakan nyeri terasa berulang-ulang. Sedangkan Do : Klien tampak meringis ketika berjalan, Skala nyeri 7, nyeri tekan (+), non pitting oedema (+), N: 110 x/i,  RR 24x/i, TD 130/90 mmHg, dan Kaki klien tampak membesar sebelah (kanan)
2.      Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan Adanya Inflamasi pada kelenjar getah bening, yang ditandai dengan  Ds : Klien mengatakan demam berulang selama 4 hari, Demam hilang bila beristirahat dan muncul ketika kembali bekerja berat, dan Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung kaki. Sedangkan Do : Suhu 38,5°c, TD 130/90 mmHg, Leukosit 12.000 mm3 , Wajah klien tampak memerah, badan klien teraba hangat, akral teraba dingin, klien tampak lemah, lemes, dan mukosa bibir klien tampak kering.
3.      gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Adanya pembengkakan pada kelenjar limfe di daerah tungkai (inguinal), yang ditandai dengan Ds : Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke ujung kaki, Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak., dan Klien mengeluh sulit mengerakan kaki yang besar sebelah. Sedangkan Do : Kaki klien tampak besar sebelah (kanan), Klien tampak susah berjalan, Klien tampak meringis saat berjalan, Kekuatan otot  2, Tonus otot buruk, dan Terdapat kekakuan sendi.
4.      Resti penularan  penyakit berhubungan dengan pemajanan penularan melalui vector, yang ditandai dengan Ds : klien mengatakan kakinya besar sebelah (kanan). Sedangkan Do : Hb 10,8 gr/dl, Leukosit 12.000 mm3, Ht: 36,80%, trombosit 432.000 mm3, Hitung jenis: eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit 1%, Dari pemeriksaan darah jari ditemukan parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung ekor runcing dan tidak berinti dan selubung tubuh transparan, dan kaki klien tampak besar sebelah ( kanan ).

D.    RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : Tn. M
Umur : 45 tahun

NO
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Perencanaan
Intervensi
Rasional
1.
Nyeri berhubungan dengan adanya Peradangan  pada kelenjar limfe.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Nyeri berkurang / menghilang

KH:
-          Tanda tanda vitalnormal/stabil.
-          Klien tampak tenang
Mandiri :
1.   Kaji keluhan nyeri,perhatikan lokasi,intensitas,dan frekuensi.

2.   Lakukan tindakan faliatif misalnya perubahan posisi,masase, rentang gerak pada sendi yang sakit.
3.   Berikan kompres hangat atau lembab pada daerah nyeri.

4.   Ajar kan klien untuk memggunggkap kan perasaan /rasa sakit yang di rasakan
Kolaborasi :
1.      Berikan analgesik sesuai indikasi.

1. Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda tanda perkembangan.
2. Meningkat kan relaksasi/menurunkan tegangan otot.


3. Dapat menghilangkan nyeri dan meningkatkan relaksasi serta menurun kan tegangan otot.
4. Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut sehingga mengurangi persepsi akan intensitas rasa sakit

1.      Dapat mengurangi rasa nyeri.

2
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan Adanya Inflamasi pada kelenjar getah bening

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ada
Perubahan suhu dalam batas normal
KH:
·          Tidak mengalami komplikasi yangberhubungan.
·          Tanda tanda vital normal.
·          Leukosit normal
Mandiri :
1.   Pantau suhu tubuh pasien perhatikan adanya mengiggil/diafores.
2.   Pantu suhu lingkungan,batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi.
3.   Berikan kompres mandi hangat hindari penggunaan alkohol. Pada daerah frontalis dan aksila.

4.   Berikan selimut pendingin.



5.   Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan mudah menyerap keringat.
Kolaborasi:
1. Berikan antipiretik, Misal nya aspirin asetaminofen

1.   Suhu 38 samapi 41,1 menujukan adanya infeksius akut.
2.   Suhu ruangan /jumlah selimut harus di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
3.   Dapat membantu mengurangi demam,penggunaan air es/aklhokol mungkinmenyebabkan kedinginan,peningkatan suhu secara actual.
4.   Di gunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5°csampai 40°c pada waktu terjadi kerusakan /gannguan pada otak.
5.   Dengan pakaian tipis dan menyerap keringat maka akan mengurangi penguapan

1. Di gunakn untuk memgurangi demam dengan aksi sentral nya kepada hipotalamus.
3
gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Adanya pembengkakan pada kelenjar limfe di daerah tungkai (inguinal).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit
/ kompensasi.

KH :
·     Kaki klien tidak lagi mengalami pembesaran
·     Nadi normal
·     RR normal

Mandiri :
1.   Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara kondisional pada kerusakan yang ter jadi.

2.   Atur posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karna tekanan,ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi tersebut.
3.   Berikan atau bantu klien untuk melakukan latihan rentang gerak.

4.   Tingkat kan aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan klien .


Kolaborasi:
1.  Memberikan obat sesuai dangan indikasi misalnya aspirin.

1.   Mengidentifikasi kerusakan kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempegaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.
2.   Perubahan posisi yang teratur menyebakan penyamaran terhadap berat badan dan meningkatakan sirkulasi pada bagian tubuh.


3.   Memperhatikanmobilisasi dan fungsi sendi /posisi normal ekstermitas dan menurunkan ter jadinya vena yang statis.
4.   Keterlibatan pasien dalam perencanaan dalam kegiatan adalah sangat penting dalam meningkatkan kerjasama pasien untukkeberhasilan dari suatu program tersebut.

1.     Dapat menghilangkan rasa nyeri sehingga mempermudah klien untuk melakukan aktivitas secara mandiri
4.
Resti penularan  penyakit berhubungan dengan pemajanan penularan melalui vector.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu Melakukan perubahan pola hidup untuk memperbaiki Kesehatan umum dan menurunkan resiko tentang penularan penyakit
Mandiri
1.   Identifikasi orang lain yang berisiko penularan contoh anggota keluarga /teman.
2.   Awasi suhu lingkungan kelembapan dan
3.   berikan racun serangga di sekitar lingkungan tempat tinggal klien.
4.   Atur lingkungan klien sedemikian rupa sehngga membatasi rentang vektor untuk dapat menyebarkan penyakit.
5.   Berikan penkes pada keluarga  dan masyarakat sekitar seputar pencegahan terhadap filariasis.
6.   Tekankan penting tidak melakukan penghentian  terapi obat.
7.   Berikan makanan yang seimbang dalam porsi kecil pada jumlah makanan yang besar dan tepat.
Kolaborasi
1. Berikan pengobatan di komunitas seperti dietilkarbamazine (dec) pengobatan di lakukan secara berulang 1 hingga 6 bulan ( 6 sampai 8 kg/BB)

1.     Orang orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penularan.
2.     Suhu lingkungan yang lembab  merupakan tempat  perkembangbiakan nyamuk.
3.     Racun serangga dapat membunuh pembawa vektor filariasis.
4.     Pemodifikasian ruang/lingkungan dapat mengurangi faktor resiko penyebaran parasit
5.     Untuk menambah pengetahuan masyarakat seputar filariasis

6.     Penghentian terapi obat berisiko penyebaran infeksi dapat berlanjut.
7.     Adanya anoreksia dapat menurunkan tahanan tubuh terhadap prosese infeksi dan menganggu proses penyembuhan.

1. Pemberian obat dietilkarbamazine (dec) dapat membunuh parasit yang terdapat pada kalenjar limpe dan menurunkan resiko terjadinya penularan.














KESIMPULAN


Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini dapat menimbulkan cacat seumur hidup berupa pembesaran tangan, kaki, payudara, dan buah zakar. Cacing filaria hidup di saluran dan kelenjar getah bening. Infeksi cacing filaria dapat menyebabkan gejala klinis akut dan atau kronik
Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di saluran dan kelenjar getah bening. Anak cacing yang disebut mikrofilaria, hidup dalam darah. Mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari. Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu : Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori
Diagnosa keperawatan pada klien Tn. M ( 45 thn ) yang dapat diangkat adalah :
1.      Nyeri berhubungan dengan Adanya Peradangan  pada kelenjar limfe.
2.      Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan Adanya Inflamasi pada kelenjar getah bening.
3.      gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Adanya pembengkakan pada kelenjar limfe di daerah tungkai (inguinal).
4.      Resti penularan  penyakit berhubungan dengan pemajanan penularan melalui vector.












DAFTAR PUSTAKA

Doengoes C Marilym. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Price S.A Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarata: EGC
Smeltzer C Suzanne. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC
Sudoyo, Aru W, dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: FKUI
Syaifudin. (2006). Anatomi Fisioloi; untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi III. Jakarta: EGC


Tidak ada komentar: