BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Keperawatan
merupakan
suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang mencakup
pelayanan bio-psiko-sosio dan spiritual yang komprehensif serta ditujukan
kepada individu, keluarga serta masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat (A.Potter, 2005).
Keperawatan
pada dasarnya adalah human science and
human care dan caring menyangkut
upaya memperlakukan klien secara manusiawi dan utuh sebagai manusia yang
berbeda dari manusia lainnya (waston, 1985).
Adapun yang di sebut sebagai penderita gawat darurat
adalah penderita yang memerlukan pertolongan segera karena berada dalam keadaan
yang mengancam nyawa, sehingga memerlukan suatu pertolongan yang cepat, tepat,
dan cermat untuk mencegah kematian maupun kecacatan. Untuk memudahkan dalam
pemberian pertolongan korban harus di klasifikasikan termasuk dalam kasus gawat
darurat, darurat tidak gawat, tidak gawat tidak darurat dan meninggal
(Kathlenn, 2012).
Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan
tindakan segera di mana pasien berada dalam ancaman kematian karena adanya
gangguan hemodinamik adalah trauma abdomen di mana secara anatomi organ-organ
yang berada di rongga abdomen adalah organ-organ pencernaaan. Selain trauma
abdomen kasus-kasus kegawatdaruratan pada system pencernaan salah satunya
perdarahan saluran cerna baik saluran bagian atas ataupun saluran cerna bagian
bawah bila di biarkan tentu berakibat fatal bagi korban atau pasien bahkan bisa
menimbulkan kematian. Oleh karena itu kita perlu memahami penanganan
kegawatdaruratan pada system pencernaan secara cepat, cermat, dan tepat
sehingga hal-hal tersebut dapat kita hindari.
Trauma
abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta
trauma yang disengaja
atau tidak disengaja, trauma
perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa
tembusnya dinding perut dimana pada penanganan / penatalaksanaan lebih bersifat
kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (Smeltzer, 2001).
Kecelakaan atau trauma yang terjadi
pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan
kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan
kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau
benda tumpul lainnya. Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka
tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka
tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka
tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen (Suratun & Lusianah. 2010) .
Insiden
trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi
pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tekhnik diagnostic
baru sudah banyak di pakai, misalnya Computed Tomografi, namun trauma tumpul
abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnose dini di perlukan
untuk pengelolaan secara optimal. Trauma masih merupakan penyebab kematian
paling sering di empat dekade pertama kehidupan, dan masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang utama di setiap negara (Gad et al, 2012).
Sepuluh persen dari kematian di seluruh dunia disebabkan oleh trauma. Diperkirakan
bahwa pada tahun 2020, 8,4 juta orang akan meninggal setiap tahun karena
trauma, dan trauma akibat kecelakaan lalu lintas jalan akan menjadi peringkat
ketiga yang menyebabkan kecacatan di seluruh dunia dan peringkat kedua di
negara berkembang. Di Indonesia tahun 2011 jumlah kecelakaan lalu lintas
sebanyak 108.696 dengan korban meninggal sebanyak 31.195 jiwa (Fadhilakmal, 2013).
Trauma
abdomen menduduki peringkat ketiga dari seluruh kejadian trauma dan sekitar 25%
dari kasus memerlukan tindakan operasi (Hemmila, 2008). Trauma abdomen
diklasifikasikan menjadi trauma tumpul dan trauma tembus.Trauma tembus abdomen
biasanya dapat didiagnosis dengan mudah dan andal, sedangkan trauma tumpul
abdomen sering terlewat karena tanda-tanda klinis yang kurang jelas (Fadhilakmal, 2013).
Peran
dan fungsi Pewawat Mahir Gawat Darurat: sebagai pelaksana pelayanan,
pengelola,Pendidik, Peneliti dalam bidang Keperawatan dan Kesehatan. Peran & Fungsi Perawat Gadar sebagai Fungsi Independen yaitu fungsi mandiri berkaitan dengan pemberian asuhan (Care), sebagai fungsi
Dependen yaitu fungsi yang
didelegasikan sepenuhnya atau sebagian dari profesi lain dan sebagai
fungsi
kolaboratif yaitu kerjasama saling membantu dlm program kes. (Perawat sebagai anggota Tim
Kes.) Pertolongan
penderita gawat darurat dapat terjadi di mana saja baik di dalam rumah sakit
maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya melibatkan tenaga medis maupun
di luar rumah sakit, dalam penanganannya melibatkan tenaga medis maupun non
medis termasuk masyarakat awam. Pada pertolongan pertama yang cepat dan tepat
akan menyebabkan pasien/korban dapat tetap bertahan hidup untuk mendapatkan
pertolongan yang lebih lanjut.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka
penulis merumuskan masalah pada makalah ini adalah bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan kegawatdarutan pada pasien dengan kasus “TRAUMA ABDOMEN”
C. Tujuan
1.
Tujuan umum
Mahasiswa
mampu memahami gambaran asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien dengan kasus trauma abdomen.
2.
Tujuan Khusus
a.
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami
Asuhan Keperawatan
kegawatdaruratan pada pasien dengan trauma abdomen
b.
Mahasiswa mampu memahami pengkajian
dalam asuhan keperawatan kegawatdaruratan
pada pasien dengan
kasus trauma abdomen.
c.
Mahasiswa mampu mengelompokkan data
sesuai dengan tanda dan gejala pada trauma abdomen
d.
Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa
keperawatan dalam
asuhan keperawatan kegawatdaruratan
dengan kasus trauma abdomen.
e.
Mahasiswa mampu membuat perencanaan
dalam asuhan keperawatan
kegawatdaruratan dengan trauma abdomen
f.
Mahasiswa mampu melakukan
intervensi atau tindakan keperawatan
dalam rangka penerapan asuhan keperawatan kegawatdaruratan dengan trauma abdomen
g.
Mahasiswa mampu mengevaluasi terhadap
intervensi yang telah dilakukan dalam asuhan keperawatan kegawatdaruratan dengan trauma abdomen
D.
Manfaat
1.
Manfaat bagi mahasiswa
a.
Mahasiswa dapat pemahaman tentang konsep
keperawatan kegawatdaruratan
pada pasien dengan trauma abdomen.
b. Mahasiswa
mendapat pemahaman tentang asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada kasus dengan trauma abdomen
2.
Manfaat bagi akademik
a. Akademik
mendapatkan tambahan referensi untuk melengkapi bahan pembelajaran.
b. Akademik
mendapat dorongan untuk memotivasi mahasiswa tentang kegawatdaruratan melalui proses belajar dan praktik dilapangan.
BAB
II
TINJUAN
TEORITIS
A.
Anatomi
Fisiologi
Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari
atas diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi
dua bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih
besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan kecil (Syaifuddin,
2009).
Gambar a.1 Anatomi abdomen
Batasan – batasan abdomen. Di atas, diafragma, Di bawah, pintu masuk
panggul dari panggul besar. Di depan dan kedua sisi, otot – otot abdominal,
tulang –tulang illiaka dan iga – iga sebelah bawah. Di belakang, tulang
punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum(FKUI, 1995).
Isi Abdomen Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus
halus, dan usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma,
dan menutupi lambung dan bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak
dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian
ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior
abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena
kava inferior, reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak
didalam abdomen (Pearce C, Evelyn. 2009).
Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga
dijumpai dalam rongga ini.
B.
Definisi
Trauma
tumpul abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja ( Smeltzer, 2002 ).
Trauma
Abdomen di definisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak di
antara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang
menusuk ( Ignativicus & Workman,
2006 ).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau
tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih
bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).
C.
Etiologi
Menurut smaltzer (2002), penyebab trauma abdomen dapat terjadi karena
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian. Penyebab trauma yang lainnya sebagai berikut :
1.
Penyebab trauma penetrasi
a)
Luka akibat terkena tembakan
b)
Luka akibat tikaman benda tajam
c)
Luka akibat tusukan
2.
Penyebab trauma non-penetrasi
a)
Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b)
Hancur (tertabrak mobil)
c)
Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d)
Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah
raga
D.
KLASIFIKASI
Menurut
Fadhilakmal (2013), Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1.
Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat
cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam
jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2.
Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus
di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner
(2002) terdiri dari:
a)
Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada
dinding abdomen.
b)
Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
c)
Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau
sayap kanan dan hati harus dieksplorasi
E.
Patofisiologi
Menurut Fadhilakmal (2013), Bila suatu
kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan
lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian),
maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor
fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang
terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk
menahan tubuh.
Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari
jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga
karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma
juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh.
Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang
sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya
walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua
keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh
gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif
terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra
abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
1.
Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan
hebat oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang
letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat
maupun organ berongga.
2.
Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen
anterior dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
3.
Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak
dapat menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
F.
WOC
Trauma tusuk
ma tusuk
|
Terjadi
perubahan fisiologis
|
Trauma
penetrasi
|
Trauma non
penetrasi
|
Disrupsi
jaringan
|
Tekanan
intra abdominal
|
iritasi
|
Disfungsi
jaringan
|
Perdarahan
hebat
|
syok
|
Kekurangan
cairan dalam tubuh
|
Penumpukan
cairan
|
MK : Gangguan
volume cairan
|
Trauma
abdominal
|
Trauma
tembus
|
kecelakaaan
|
Kontusio dinding abdomen
|
laserasi
|
Mengalami
tanda-tanda infeksi
|
MK : resiko infeksi
|
Eksiamsi
( penimbunan darah dalam jaringan lemak
|
Refluk
usus
|
MK : Nyeri
|
Nyeri akut
|
Mual, muntah
|
Gangguan metabolisme
|
MK : Gangguan
nutrisi
|
G.
Manifestasi
klinis
Menurut Effendi, (2005)
tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1.
Nyeri
Nyeri
dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di
bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
2.
Darah dan cairan
Adanya
penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.
3.
Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri
disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien
dalam posisi rekumben.
4.
Mual dan muntah
5.
Penurunan kesadaran (malaise, letargi,
gelisah)
6.
Yang disebabkan oleh kehilangan darah
dan tanda-tanda awal shock hemoragi.
H.
Komplikasi
Menurut smaltzer ( 2002), komplikasi dari trauma abdomen adalah :
1.
Hemoragi
2.
Syok
3.
Cedera
4.
Infeksi
I.
Pemeriksaan
penunjang
1.
FotoThoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
2.
DR
Pemeriksaan
Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus
menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang
melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan
cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan
kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan
transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3.
Plain Abdomen Foto Tegak
Memperlihatkan
udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum,
corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4.
Pemeriksaan Urin Rutin
Menunjukkan
adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih
belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5.
VP (Intravenous Pyelogram)
Karena
alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
6.
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat
membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya
dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan,
kerjakan laparatomi (gold standard).
Indikasi untuk melakukan DPL sbb :
a.
Nyeri Abdomen yang tidak bisa
diterangkan sebabnya
b.
Trauma pada bagian bawah dari dada
c.
Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan
yang jelas
d.
Pasien cedera abdominal dengan gangguan
kesadaran (obat,alkohol, cedera otak)
e.
Pasien cedera abdominal dan cedera medula
spinalis (sumsum tulang belakang,
Kontra indikasi relatif
melakukan DPL sbb :
a.
Pernah operasi abdominal.
b.
Wanita hamil
c.
Operator tidak berpengalaman.
d.
Bila hasilnya tidak akan merubah
penata-laksanaan.
e.
Ultrasonografi dan CT-Scan Bereuna
sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
J.
Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer, (2002) penatalaksanaan adalah :
1.
Abdominal paracentesis menentukan adanya
perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi
2.
Pemasangan NGT memeriksa cairan yang keluar dari lambung
pada trauma abdomen
3.
Pemberian antibiotik mencegah infeksi
4.
Pemberian antibiotika IV pada penderita
trauma tembus atau pada trauma tumpul bila ada persangkaan perlukaan
intestinal.
5.
Penderita dengan trauma tumpul yang
terkesan adanya perdarahan hebat yang meragukan kestabilan sirkulasi atau ada
tanda-tanda perlukaan abdomen lainnya memerlukan pembedahan
6.
Prioritas utama adalah menghentikan
perdarahan yang berlangsung. Gumpalan kassa dapat menghentikan perdarahan yang
berasal dari daerah tertentu, tetapi yang lebih penting adalah menemukan sumber
perdarahan itu sendiri
7.
Kontaminasi lebih lanjut oleh isi usus
harus dicegah dengan mengisolasikan bagian usus yang terperforasi tadi dengan
mengklem segera mungkin setelah perdarahan teratasi
K.
Penanganan
kegawat daruratan
1.
Stop makanan
dan minuman
2.
Imobilisasi
3.
Kirim ke Rumah
Sakit
L.
Penanganan awal
1.
Trauma penetrasi (trauma tajam)
a)
Bila terjadi
luka tusuk ( pisau atau benda tajam lainnya), maka tusukan tidak boleh dicabut
kecuali dengan adanya tim medis.
b)
Penanganannya
bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan kain kassa pada daerah antara
pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
c)
Bila ada usus
atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan
kembali ke dalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut
dengan kain bersih atau bila ada dengan verban steril.
d)
Immobilisasi
pasien
e)
Tidak
dianjurkan memberi makan dan minum
f)
Apabila ada
lika terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g)
Sesegera
mungkin bawa pasien tersebut ke rumah sakit.
2.
Trauma penetrasi
a)
Bila ada dugaan
bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman
akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan
ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluaryang berdekatan.
b)
Skrining
pemeriksaan rontgen.
c)
Foto rontgen
torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau
untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil
tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
d)
IVP atau
Urogram Excretory dan CT Scanning dilakukan untuk
mengetahui jenis cidera yang ada.
e)
Uretrografi dilakukan untuk mengetahui adanya rupture uretra.
f)
Sistografi ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya cedera pada kandung kencing,
contohnya pada fraktur pelvis.
3.
Trauma non-penetrasi
a) Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit.
b)
Pengambilan
contoh darah dan urin
c) Darah diambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium
rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah
lengkap, potasium, glukosa, amilase dan sebagainya.
d)
Pemeriksaan
rontgen
e) Pemeriksaan rontgen servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis
adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma,
mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitonium atau
udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparatomi segera.
f)
Studi kontras
Urologi dan Gastrointestinal
g) Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau
decendens dan dubur.
M.
Konsep
asuhan keperawatan
Menurut krisanty,
(2009) pengkajiandan diagnose secara teoritis yaitu:
1.
Pengkajian
a)
Pengkajian primer
Pengkajian yang dilakukan untuk
menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang
terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat. Apabila sudah
ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani,
penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi, jika korban tidak
berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
1)
Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang,
membuka jalan napas menggunakan teknik ’head tilt chin lift’ atau menengadahkan
kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan
tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
2)
Breathing, dengan ventilasi yang adekuat,
memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ’lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih
dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak, selanjutnya lakukan
pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya
pernapasan).
3)
Circulation, dengan kontrol perdarahan
hebat, jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, makabantuan
napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15
: 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas.
b)
Pengkajian skunder
1)
pengkajian
fisik
i.
Inspeksi
ü Harus teliti, meteorismus, darm contour, darm steifung, adanya tumor,
dilatasi vena,
benjolan di tempat terjadi hernia, dll
ü Sikap penderita pada peritonitis : fleksi artic. coxae dan genue sehingga melemaskan dinding perut dan rasa sakit
ii.
Palpasi
ü Diperhatikan adanya distensi perut, defans muskuler, sakit tekan titik McBurney, iliopsoas sign, obturator sign, rovsing sign, rebound tenderness.
ü Rectal toucher : untuk menduga kausa ileus mekanik, invaginasi, tumor, appendikuler infiltrate.
ü pemeriksaan vaginal
iii.
Perkusi
ü Penting untuk menilai adanya massa atau cairan intra abdominal
iv.
Auskultasi
ü Harus sabar dan teliti
ü Borboryghmi, metalic sound pada ileus mekanik
ü Silent abdomen pada peritonitis / ileus paralitik.
c)
Pengkajian pada trauma abdomen
1)
Trauma
Tembus abdomen
a.
Dapatkan
riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan ; kekuatan tumpul
(pukulan).
b.
Inspeksi
abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat
keluarnya peluru.
c.
Auskultasi
ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat
dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal ;
jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi
pembedahan kedalam rongga abdomen).
d.
Kaji pasien
untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot
atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
e.
Kaji cedera
dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera yang
berkaitan.
f.
Catat semua
tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
2)
Trauma
tumpul abdomen
a.
Metode
cedera.
b.
Waktu awitan
gejala.
c.
Lokasi
penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau
hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
d.
Waktu makan
atau minum terakhir.
e.
Kecenderungan
perdarahan.
f.
Penyakit
danmedikasi terbaru.
g.
Riwayat
immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
h.
Alergi, lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk mendeteksi masalah
yang mengancam kehidupan.
2.
Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan perdarahan
b. Nyeri
berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
c. Resiko
infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan
tubuh
d.
Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
e. Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang.
RENCANA ASUHAN
KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Kekurangan volume cairan b/d
perdarahan
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x24 jam, volume cairan tidak mengalami kekurangan.
KH:
*
Intake
dan output seimbang
*
Turgor
kulit baik
*
Perdarahan
(-)
|
1.
Kaji tanda-tanda vital.
2.
Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
3.
Kaji tetesan infus.
4.
Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
5.
Cairan
parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur.
6.
Pemberian
tranfusi darah.
|
1.
untuk mengidentifikasi defisit volume cairan.
2.
mengidentifikasi keadaan perdarahan, serta Penurunan sirkulasi volume
cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekatan urin. Deteksi dini
memungkinkan terapi pergantian cairan segera.
3.
awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.
4.
cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh.
5.
Mengganti
cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
6.
menggantikan darah yang keluar.
|
2.
|
Nyeri b/d adanya trauma abdomen
atau luka penetrasi abdomen.
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x24 jam, Nyeri klien teratasi.
KH:
·
Skala
nyeri 0
·
Ekspresi
tenang.
|
1. Kaji
karakteristik nyeri.
2. Beri posisi
semi fowler.
3. Anjurkan
tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
4. Managemant
lingkungan yang nyaman.
5. Kolaborasi pemberian
analgetik sesuai indikasi.
|
1.
Mengetahui tingkat
nyeri klien.
2.
Mengurngi
kontraksi abdomen
3.
Membantu
mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian
4.
lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien
5.
analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.
|
3.
|
Resiko infeksi b/d tindakan
pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x24 jam, infeksi tidak terjadi.
KH:
*
Tanda-tanda
infeksi (-)
*
Leukosit
5000-10.000 mm3
|
1.
Kaji tanda-tanda infeksi.
2.
Kaji keadaan luka.
3.
Kaji tanda-tanda vital.
4.
Lakukan cuci tangan sebelum kntak dengan pasien.
5.
Lakukan
pencukuran pada area operasi (perut kanan bawah
6.
Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi.
7.
Kolaborasi pemberian antibiotik
|
1.
Mengidentifikasi
adanya resiko infeksi lebih dini.
2.
Keadaan luka
yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko
infeksi.
3.
Suhu tubuh
naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi.
4.
Menurunkan
resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme.
5.
Dengan
pencukuran klien terhindar dari infeksi post operasi
6.
Teknik aseptik
dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial
7.
Antibiotik
mencegah adanya infeksi bakteri dari luar.
|
4.
|
Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan kelemahan fisik
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan dapat bergerak bebas.
KH:
· Mempertahankan mobilitas optimal
|
1.
Kaji kemampuan pasien untuk bergerak.
2.
Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien.
3.
Berikan latihan gerak aktif pasif.
4.
Bantu kebutuhan pasien.
5.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
|
1.
identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi.
2.
meminimalisir pergerakan kien.
3.
melatih otot-otot klien.
4.
membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien.
5.
terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien.
|
5.
|
Gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang.
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x24 jam, nutrisi klien terpenuhi.
KH:
·
Nafsu
makan meningkat
·
BB
Meningkat
·
Klien
tidak lemah
|
1.
Ajarkan
dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan
2.
Awasi
pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering dan tawarkan
pagi paling sering.
3.
Pertahankan
hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan .
4.
Anjurkan
makan pada posisi duduk tegak.
5.
Berikan
diit tinggi kalori, rendah lemak
|
1.
Keletihan
berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
2.
Adanya
pembesaran hepar dapat menekan saluran gastro intestinal dan menurunkan
kapasitasnya.
3.
Akumulasi
partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan rasa tak sedap yang
menurunkan nafsu makan.
4.
Menurunkan
rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan.
5.
Glukosa
dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit
untuk diserap/dimetabolisme sehingga akan membebani hepar.
|