Jumat, 14 November 2014

askep trauma abdomen


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar belakang
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang mencakup pelayanan bio-psiko-sosio dan spiritual yang komprehensif serta ditujukan kepada individu, keluarga serta masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat (A.Potter, 2005).
Keperawatan pada dasarnya adalah human science and human care dan caring menyangkut upaya memperlakukan klien secara manusiawi dan utuh sebagai manusia yang berbeda dari manusia lainnya (waston, 1985).
Adapun yang di sebut sebagai penderita gawat darurat adalah penderita yang memerlukan pertolongan segera karena berada dalam keadaan yang mengancam nyawa, sehingga memerlukan suatu pertolongan yang cepat, tepat, dan cermat untuk mencegah kematian maupun kecacatan. Untuk memudahkan dalam pemberian pertolongan korban harus di klasifikasikan termasuk dalam kasus gawat darurat, darurat tidak gawat, tidak gawat tidak darurat dan meninggal (Kathlenn, 2012).
Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera di mana pasien berada dalam ancaman kematian karena adanya gangguan hemodinamik adalah trauma abdomen di mana secara anatomi organ-organ yang berada di rongga abdomen adalah organ-organ pencernaaan. Selain trauma abdomen kasus-kasus kegawatdaruratan pada system pencernaan salah satunya perdarahan saluran cerna baik saluran bagian atas ataupun saluran cerna bagian bawah bila di biarkan tentu berakibat fatal bagi korban atau pasien bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh karena itu kita perlu memahami penanganan kegawatdaruratan pada system pencernaan secara cepat, cermat, dan tepat sehingga hal-hal tersebut dapat kita hindari.
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja, trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan / penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (Smeltzer, 2001).
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya. Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen (Suratun & Lusianah. 2010) .
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tekhnik diagnostic baru sudah banyak di pakai, misalnya Computed Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnose dini di perlukan untuk pengelolaan secara optimal. Trauma masih merupakan penyebab kematian paling sering di empat dekade pertama kehidupan, dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di setiap negara (Gad et al, 2012). Sepuluh persen dari kematian di seluruh dunia disebabkan oleh trauma. Diperkirakan bahwa pada tahun 2020, 8,4 juta orang akan meninggal setiap tahun karena trauma, dan trauma akibat kecelakaan lalu lintas jalan akan menjadi peringkat ketiga yang menyebabkan kecacatan di seluruh dunia dan peringkat kedua di negara berkembang. Di Indonesia tahun 2011 jumlah kecelakaan lalu lintas sebanyak 108.696 dengan korban meninggal sebanyak 31.195 jiwa (Fadhilakmal, 2013).
Trauma abdomen menduduki peringkat ketiga dari seluruh kejadian trauma dan sekitar 25% dari kasus memerlukan tindakan operasi (Hemmila, 2008). Trauma abdomen diklasifikasikan menjadi trauma tumpul dan trauma tembus.Trauma tembus abdomen biasanya dapat didiagnosis dengan mudah dan andal, sedangkan trauma tumpul abdomen sering terlewat karena tanda-tanda klinis yang kurang jelas (Fadhilakmal, 2013).
Peran dan fungsi Pewawat Mahir Gawat Darurat: sebagai pelaksana pelayanan, pengelola,Pendidik, Peneliti dalam bidang Keperawatan dan Kesehatan. Peran & Fungsi Perawat Gadar sebagai  Fungsi Independen  yaitu fungsi mandiri berkaitan dengan pemberian asuhan (Care), sebagai fungsi Dependen yaitu fungsi yang didelegasikan sepenuhnya atau sebagian dari profesi lain dan sebagai  fungsi kolaboratif yaitu  kerjasama saling membantu dlm program kes. (Perawat sebagai anggota Tim Kes.) Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi di mana saja baik di dalam rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya melibatkan tenaga medis maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya melibatkan tenaga medis maupun non medis termasuk masyarakat awam. Pada pertolongan pertama yang cepat dan tepat akan menyebabkan pasien/korban dapat tetap bertahan hidup untuk mendapatkan pertolongan yang lebih lanjut.

B.     Rumusan Masalah
 Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan  masalah pada makalah ini adalah  bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan kegawatdarutan pada pasien dengan kasus “TRAUMA ABDOMEN”
C. Tujuan
1.      Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami gambaran asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien dengan kasus trauma abdomen.
2.      Tujuan Khusus
a.         Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan kegawatdaruratan pada pasien dengan trauma abdomen
b.         Mahasiswa mampu memahami pengkajian dalam asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien dengan kasus trauma abdomen.
c.         Mahasiswa mampu mengelompokkan data sesuai dengan tanda dan gejala pada trauma abdomen
d.         Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan dalam asuhan keperawatan kegawatdaruratan dengan kasus trauma abdomen.
e.         Mahasiswa mampu membuat perencanaan dalam asuhan keperawatan kegawatdaruratan dengan trauma abdomen
f.           Mahasiswa mampu melakukan intervensi  atau tindakan keperawatan dalam rangka penerapan asuhan keperawatan kegawatdaruratan dengan trauma abdomen
g.         Mahasiswa mampu mengevaluasi terhadap intervensi yang telah dilakukan dalam asuhan keperawatan kegawatdaruratan dengan trauma abdomen

D. Manfaat
1.      Manfaat bagi mahasiswa
a.       Mahasiswa dapat pemahaman tentang konsep keperawatan kegawatdaruratan pada pasien dengan trauma abdomen.
b.      Mahasiswa mendapat pemahaman tentang asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada kasus dengan trauma abdomen

2.      Manfaat bagi akademik
a.       Akademik mendapatkan tambahan referensi untuk melengkapi bahan    pembelajaran.
b.      Akademik mendapat dorongan untuk memotivasi mahasiswa tentang kegawatdaruratan  melalui proses belajar dan praktik dilapangan.
BAB II
TINJUAN TEORITIS


A.            Anatomi Fisiologi
Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai pelvis dibawah.  Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan kecil (Syaifuddin, 2009).

Gambar a.1 Anatomi abdomen

Batasan – batasan abdomen. Di atas,  diafragma, Di bawah, pintu masuk panggul dari panggul besar. Di depan dan kedua sisi, otot – otot abdominal, tulang –tulang illiaka dan iga – iga sebelah bawah. Di belakang, tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum(FKUI, 1995).
Isi Abdomen Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi lambung dan bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior, reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak didalam abdomen (Pearce C, Evelyn. 2009).
Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga dijumpai dalam rongga ini.

B.            Definisi
Trauma tumpul abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja ( Smeltzer, 2002 ).
Trauma Abdomen di definisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak di antara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk   ( Ignativicus & Workman, 2006 ).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).

C.            Etiologi
Menurut smaltzer (2002), penyebab trauma abdomen dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian. Penyebab trauma yang lainnya sebagai berikut :
1.    Penyebab trauma penetrasi
a)    Luka akibat terkena tembakan
b)   Luka akibat tikaman benda tajam
c)    Luka akibat tusukan
2.    Penyebab trauma non-penetrasi
a)    Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b)   Hancur (tertabrak mobil)
c)    Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d)   Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga

D.           KLASIFIKASI
Menurut Fadhilakmal (2013), Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1.    Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2.    Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.

Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut  Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:
a)        Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
b)        Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
c)        Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi




E.            Patofisiologi
Menurut Fadhilakmal (2013), Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik  dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan  dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh.
Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan  dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan  yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan  dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
1.    Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
2.    Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
3.    Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.




F.             WOC
Trauma tusuk ma tusuk
Terjadi perubahan fisiologis
Trauma penetrasi
Trauma non penetrasi
Disrupsi jaringan
Tekanan intra abdominal
iritasi
Disfungsi jaringan
Perdarahan hebat
syok
Kekurangan cairan dalam tubuh
Penumpukan cairan
MK : Gangguan volume cairan
Trauma abdominal
Trauma tembus
kecelakaaan
Kontusio dinding  abdomen
laserasi
Mengalami tanda-tanda infeksi
MK : resiko infeksi
Eksiamsi ( penimbunan darah dalam jaringan lemak
Refluk usus
MK : Nyeri
Nyeri  akut
Mual, muntah
Gangguan metabolisme
MK : Gangguan nutrisi
 
































G.           Manifestasi klinis
Menurut Effendi, (2005) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1.        Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
2.        Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.
3.        Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.
4.        Mual dan muntah
5.        Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
6.        Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.

H.           Komplikasi
Menurut smaltzer ( 2002), komplikasi dari trauma abdomen adalah :
1.        Hemoragi
2.        Syok
3.        Cedera
4.        Infeksi

I.              Pemeriksaan penunjang
1.        FotoThoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
2.        DR
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3.        Plain Abdomen Foto Tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4.        Pemeriksaan Urin Rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5.        VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
6.        Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).

Indikasi untuk melakukan DPL sbb :
a.    Nyeri Abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
b.    Trauma pada bagian bawah dari dada
c.    Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
d.     Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,alkohol, cedera otak)
e.     Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang,

Kontra indikasi relatif melakukan DPL sbb :
a.    Pernah operasi abdominal.
b.    Wanita hamil
c.     Operator tidak berpengalaman.
d.    Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan.
e.    Ultrasonografi dan CT-Scan Bereuna sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

J.             Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer, (2002) penatalaksanaan adalah :
1.        Abdominal paracentesis menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi
2.        Pemasangan NGT  memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen
3.        Pemberian antibiotik  mencegah infeksi
4.        Pemberian antibiotika IV pada penderita trauma tembus atau pada trauma tumpul bila ada persangkaan perlukaan intestinal.
5.        Penderita dengan trauma tumpul yang terkesan adanya perdarahan hebat yang meragukan kestabilan sirkulasi atau ada tanda-tanda perlukaan abdomen lainnya memerlukan pembedahan
6.        Prioritas utama adalah menghentikan perdarahan yang berlangsung. Gumpalan kassa dapat menghentikan perdarahan yang berasal dari daerah tertentu, tetapi yang lebih penting adalah menemukan sumber perdarahan itu sendiri
7.        Kontaminasi lebih lanjut oleh isi usus harus dicegah dengan mengisolasikan bagian usus yang terperforasi tadi dengan mengklem segera mungkin setelah perdarahan teratasi

K.           Penanganan kegawat daruratan
1.        Stop makanan dan minuman
2.        Imobilisasi
3.        Kirim ke Rumah Sakit


L.            Penanganan awal
1.        Trauma penetrasi (trauma tajam)
a)    Bila terjadi luka tusuk ( pisau atau benda tajam lainnya), maka tusukan tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
b)   Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
c)    Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali ke dalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut dengan kain bersih atau bila ada dengan verban steril.
d)   Immobilisasi pasien
e)    Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f)     Apabila ada lika terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g)    Sesegera mungkin bawa pasien tersebut ke rumah sakit.
2.        Trauma penetrasi
a)    Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluaryang berdekatan.
b)   Skrining pemeriksaan rontgen.
c)    Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
d)    IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning  dilakukan untuk mengetahui jenis cidera yang ada.
e)    Uretrografi dilakukan untuk mengetahui adanya rupture uretra.
f)     Sistografi ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada fraktur pelvis.

3.        Trauma non-penetrasi
a)    Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit.
b)   Pengambilan contoh darah dan urin
c)    Darah diambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase dan sebagainya.
d)   Pemeriksaan rontgen
e)    Pemeriksaan rontgen servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitonium atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparatomi segera.
f)     Studi kontras Urologi dan Gastrointestinal
g)    Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens dan dubur.

M.         Konsep asuhan keperawatan
Menurut krisanty, (2009) pengkajiandan diagnose secara teoritis yaitu:
1.        Pengkajian
a)    Pengkajian primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat. Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi, jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
1)   Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang, membuka jalan napas menggunakan teknik ’head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
2)   Breathing, dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ’lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak, selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3)   Circulation, dengan kontrol perdarahan hebat, jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, makabantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas.
b)   Pengkajian skunder
1)   pengkajian fisik
                                                 i.          Inspeksi
ü Harus teliti, meteorismus, darm contour, darm steifung, adanya tumor, dilatasi vena, benjolan di tempat terjadi hernia, dll
ü Sikap penderita pada peritonitis : fleksi artic. coxae dan genue sehingga melemaskan dinding perut dan rasa sakit
                                               ii.          Palpasi
ü Diperhatikan adanya distensi perut, defans muskuler, sakit tekan titik McBurney, iliopsoas sign, obturator sign, rovsing sign, rebound tenderness.
ü Rectal toucher : untuk menduga kausa ileus mekanik, invaginasi, tumor, appendikuler infiltrate.
ü pemeriksaan vaginal  
                                              iii.          Perkusi
ü Penting untuk menilai adanya massa atau cairan intra abdominal

                                         iv.              Auskultasi
ü Harus sabar dan teliti
ü Borboryghmi, metalic sound pada ileus mekanik
ü Silent abdomen pada peritonitis / ileus paralitik.
c)        Pengkajian pada trauma abdomen
1)         Trauma Tembus abdomen
a.         Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan ; kekuatan tumpul (pukulan).
b.        Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya peluru.
c.         Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal ; jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
d.        Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
e.         Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera yang berkaitan.
f.          Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
2)        Trauma tumpul abdomen
a.    Metode cedera.
b.   Waktu awitan gejala.
c.    Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
d.   Waktu makan atau minum terakhir.
e.    Kecenderungan perdarahan.
f.     Penyakit danmedikasi terbaru.
g.    Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
h.    Alergi, lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan.


2.        Diagnosa keperawatan
a.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
b.    Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
c.    Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh
d.    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
e.    Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang.




















RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan KH
Intervensi
Rasional
1.
Kekurangan volume cairan b/d perdarahan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, volume cairan tidak mengalami kekurangan.

KH:
*         Intake dan output seimbang
*         Turgor kulit baik
*         Perdarahan (-)
1.     Kaji tanda-tanda vital.

2.     Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin




3.     Kaji tetesan infus.

4.     Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
5.     Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur.
6.     Pemberian tranfusi darah.
1.     untuk mengidentifikasi defisit volume cairan.
2.     mengidentifikasi keadaan perdarahan, serta Penurunan sirkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekatan urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera.
3.     awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.
4.     cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh.
5.     Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
6.     menggantikan darah yang keluar.




2.
Nyeri b/d adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, Nyeri klien teratasi.

KH:
·         Skala nyeri 0
·         Ekspresi tenang.


1.     Kaji karakteristik nyeri.
2.     Beri posisi semi fowler.
3.     Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
4.     Managemant lingkungan yang nyaman.
5.     Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.

1.    Mengetahui tingkat nyeri klien.
2.    Mengurngi kontraksi abdomen
3.    Membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian
4.    lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien
5.    analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.

3.
Resiko infeksi b/d tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, infeksi tidak terjadi.

KH:
*         Tanda-tanda infeksi (-)
*         Leukosit 5000-10.000 mm3
1.     Kaji tanda-tanda infeksi.

2.     Kaji keadaan luka.

3.    Kaji tanda-tanda vital.

4.    Lakukan  cuci tangan sebelum kntak dengan pasien.
5.    Lakukan pencukuran pada area operasi (perut kanan bawah
6.    Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi.
7.    Kolaborasi pemberian antibiotik

1.     Mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini.
2.     Keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko         infeksi.
3.     Suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses   infeksi.
4.     Menurunkan resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme.
5.     Dengan pencukuran klien terhindar dari infeksi post operasi
6.     Teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial
7.     Antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar.
4.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan dapat bergerak bebas.

  KH:
·       Mempertahankan mobilitas optimal

1.     Kaji kemampuan pasien untuk bergerak.
2.     Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien.
3.     Berikan latihan gerak aktif pasif.
4.     Bantu kebutuhan pasien.
5.     Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.

1.     identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi.
2.     meminimalisir pergerakan kien.
3.     melatih otot-otot klien.
4.     membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien.
5.     terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien.

5.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, nutrisi klien terpenuhi.
KH:
·         Nafsu makan meningkat
·         BB Meningkat
·         Klien tidak lemah
1.    Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan
2.    Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering dan tawarkan pagi paling sering.
3.    Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan .
4.    Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.
5.    Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak

1.     Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
2.     Adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastro intestinal dan menurunkan kapasitasnya.

3.     Akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.
4.     Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan.
5.     Glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit untuk diserap/dimetabolisme sehingga akan membebani hepar.